CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS »

Sabtu, 18 Juli 2009

3 SYARAT RUMAH TANGGA BAHAGIA

Tujuan mendasar dari sebuah lembaga pernikahan yang sacral adalah ASSAKIINAH, kententraman dan kebahagiaan hidup, untuk mewujudkannya tentu saja memerlukan usaha bersama dari team work yang ada didalamnya dalam hal ini suami dan istri… nah kalau rumah tangga mau bahagia syaratnya ada 3… jika 3 syarat ini tidak ada maka mustahil bisa bahagia…:

1. KEDUA MEMPELAI HARUS SAMA SAMA MANUSIA… coba difikir, mana mungkin bahagia kalau suaminya manusia istrinya wedus… eh kambing… bener kan..? Makna essensialnya adalah, rumah tangga akan bahagia jika suami istri memahami bahwa pasangannya itu adalah manusia biasa yang bisa saja berbuat salah, bisa lupa, suka keliru. Istri kita bukan malaikat yang tercipta automaticly untuk taat dan patuh kepada Ilahi Robbi… sebaliknya, istri juga harus mengerti bahwa suaminya ini bukan Nabi yang Ma'shuum (terpelihara dari dosa)… dri sini akan tumbuh pengertian, saling memahami kekurangan, tidak hanya menerima dan menuntut kesempurnaan pasangan.

2. KEDUANYA HARUS SAMA SAMA HIDUP… apa kata dunia kalau pasangannya yang cantik jelita, semampai bak luna maya, manis seperti asmiranda, keibuan laksana dewi sandra, cute kayak marshanda, dll. ternyata sudah tidak hidup alias mayat, apa bisa bahagia ?. arti lebih luasnya adalah, keduanya harus mengerti what's a life …? Hidup itu kumpulan suka duka, paket senang susah, jika dulu bermimpi akan punya rumah luas serba putih, bertatakan rumput hijau, kolam air terjun menghiasi pekarangan rumah, anak anak lucu bermain bola bersama ayah… itu kan Cuma impian dan harapan… tapi apa yang terjadi ketika sudah berumah tangga..? ini hidup meen… realita berkata lain… jangankan rumah luas serba putih,,, yang ada biasanya yaa –Maaf— ngontrak dulu lah, boro boro kolam ikan berair terjun, yang pasti air terjunnya Cuma kalau sedang hujan besar aja alias air nerjun karna bocor.. gak papa… inikan hidup yang butuh perjuangan, suami istri harus menyadari ini agar tidak mudah putus semangat, terus berjuang dan berjuang, apapun adanya suami kita, ketika ijab qobul sudah dilakukan maka sang istri harus dengan tegar mendampinginya, kalau perlu sambil berkata : "bang, mas, a', kanda…apapun yang terjadi,, aku kan tetap mendampingimu sampai perahu ini tiba di pantai kebahagiaan.. pokoknya makan gak makan yang penting makan baang…" ( hehehe…). Begitupun sebaliknya, suami harus menyadari hidup ini sebuah pergerakan, mana mungkin harapan masa muda itu terwujud jika hanya berpangku tangan..? sehingga suami akan memiliki semangat kerja yang tinggi untuk bisa menjadikan " HIDUP INI LEBIH HIDUP…"

Arti lainnya lagi adalah dan ini syarat utama meraih bahagia, yaitu suami istri haruslah HIDUP IMANNYA, HIDUP IBADAHNYA, kalau dalam bahasa agama MU'AASYAROH BIL MA'RUF (bergaul dengan baik), NAWWIRUU BUYUUTAKUM BISSHOLATI WA TILAAWATIL QUR-AAN (hidupkan rumahmu dengan shalat dan tilawatil qur-an), dll…

3. KEDUANYA HARUS BERBEDA JENIS KELAMIN. Mohon maaf, hubungan sejenis tidak akan pernah meraih bahagia Walau mungkin terlihat pasangan itu tertawa ceria, karena memang fitrahnya laki laki ya berpasangan dengan wanita. Maknanya adalah, masing masing fihak menyadari peran dan fungsinya, apa peran suami dan bagaimana fungsi seorang istri…? Rasanya kita semua sudah mengetahuinya… Suami menjadi bapak yang mengayomi dan memiliki tanggung jawab tinggi, suami adalah ayah bagi anaknya… Istri adalah partner utama suami, ibu dan guru bagi putra putrinya…

Tausiyah gus Mus saat pernikahan saya ini saya tuliskan kembali untuk dibagi, mohon maaf ini bukan bahasa aslinya tapi sudah saya repackage dengan bahasa saya yang sederhana untuk memudahkan pemahaman kita, karena waktu itu beliau sebagian besar menggunakan bahasa jawa.

Wallohu a'lam.

BEKERJA dan BERSERAH DIRI PADA-NYA

Untaian kata indah, barisan kalimat megah, kumpulan mau’idhoh hasanah, taburan bagi pendamba hidayah, Al quran adalah jawabannya, tersirat Dalam QS. Al Insyiroh : 7 – 8 Allah memandu para hamba-Nya, menuntun manusia menuju tangga sukses dan bahagia :

“ maka apabila kau telah menyelesaikan satu pekerjaan maka segeralah bersungguh sungguh mengerjakan urusan berikutnya. Dan kepada Tuhanmu maka berharaplah
( kesuksesan ) dari-Nya “

inilah watak utama manusia Muslim, hidupnya selalu disibukkan dengan aneka karya dan beragam aktifitas, waktunya penuuh dengan amal nyata tanpa harus banyak bicara, bagi seorang mukmin tak ada kamus dalam hidupnya untuk bermalas malasan, ia selalu meniru Allah yang setiap saat selalu “sibuk“ mengurus makhluqNya “ كَََُّل يَوْمٍ هُوَ فِي شَأْنٍ ‘’ (Ar Rahman :29 ).

Ada satu ungkapan mutiara hikmah dari sang bijak yang sungguh menarik yaitu : اَلْحَرَكَةُ َبرَكَةٌ makna bebasnya adalah ; “ rizqimu akan barokah, nilaimu pasti bertambah, prestasimu akan terus melimpah, jika engkau senantiasa berharokah “ ya harokah artinya bergerak, tidak jumud dan statis, tidak berpangku tangan, bukan menghitung bintang, bermalas malasan, dibenaknya hanya ada sekumpulan angan angan, cita citanya tinggi tapi semangatnya telah mati.

Dalam rangkaian ibadah yang Rasul ajarkan pada ummatnya, disitu dapat kita lihat betapa Islam sangat mengajarkan kepada kita sebuah exercise / riyadloh / latihan agar kita terus bergerak, lihat saja ibadah sholat, saat memulai takbirotul ihrom kita mengerakkan tangan, mulut kita bergerak menguntai faatihatul kitab, ruku’, I’tidal, sujud, tahiyyat dan bahkan saat salam terakhirpun kita gerakkan kepala ke kanan dan kiri. Masyaaallooh. Demikian halnya dengan ibadah haji, ibadah yang 90 % melibatkan aktifitas fisik, ambil contoh saja thowaf, thowaf adalah gerakan tak kenal henti, sebentar saja kita berhenti putaran arus manusia akan siap menghempas kita, Sa’I melambangkan sebuah kerja keras yang optimal dan melelahkan, begitupun dengan melontar jamarot, dst.

Memang adakalanya kita harus harus Shoum dan Wuquf, artinya sesekali kita juga perlu untuk berdiam diri sejenak, namun bagi seorang mukmin, prosentase gerak harus jauh lebih besar dibanding dengan diamnya kita, dan -- sebagai catatan kecil -- berdiam dirinya kita pun sebenarnya dalam rangka menghitung diri sambil merencanakan apa langkah berikutnya yang akan kita lakukan.

Dari sini kita dapat melihat, bahwa Seseorang yang ingin menggapai dan mencapai kesuksesan, maka pilihan dalam hidupnya Cuma satu, yaitu BERGERAK tanpa kenal henti. Otak kita bergerak mencari terobosan terobosan baru, mencari kiat kiat andalan dan menentukan sebuah inovasi. Mata kita terus kita gerakkan melihat dan mencari peluang peluang yang terbuka dihadapan kita, kaki kita langkahkan dalam mengejar ketertinggalan, melangkah keluar rumah seperti halnya seekor burung meninggalkan sarangnya. Bergerak terus menghampiri klien, melobby para petinggi dalam bingkai silaturrahmi, mendatangi halaqoh halaqoh keilmuan untuk memperluas wawasan keberagamaan. Allah berfirman :

"Dialah ( Allah ) Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kalian, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (akan kembali setelah ) dibangkitkan". ( QS. Al Mulk : 15 )

jika demikian, apakah mungkin sukses itu kita raih jika kita tidak mau bergerak ?

Mengapa tidak kita tengok universitas terbuka alam semesta, bukankah ia banyak memberikan pelajaran maha berharga buat manusia. Alam dan isinya ini tidak pernah sedetikpun berhenti bergerak, bumi mengitari matahari dan rembulan tanpa kenal lelah. Mataharipun bergerak mengitari milyaran bintang di angkasa raya, dari dinamisasi ini terciptalah siang yang terang, siang menghilang lalu muncullah indahnya malam yang temaram, coba layangkan pandangan mata ke sekitar kita, Ombak yang terus mendebur menyibak pantai, nyiur tetap melambai dihembus angin berderai, gesekan antar daun dan ranting menciptakan irama alam yang begitu mengasyikkan.


Coba hayati dan rasakan kembali, saat manusia tidur sekalipun seluruh organ dalam mekanisme tubuh ini terus beraktifitas, bukankah jantung kita tidak pernah berhenti berdetak, ia terus memompa darah, sehingga dengannya darah kita terus bergerak mengaliri setiap lekuk jaringan sel tubuh kita, paru paru terus melakukan tugasnya bernafas, ginjal menyaring dan menetralkan racun racun yang ada dalam darah, bukankah nadi kita juga tetap berdenyut. Pertanyaan paling penting dari semua itu adalah : Bagaimana bila semua organ dalam tubuh kita ini berhenti bergerak ???, kematian yang akan terjadi. Berakhirlah hidup ini, si anak akan kehilangan ayahnya, istri akan menangisi suaminya,

Ibnu Umar pernah berkata : لا َ تُؤَخِّرْ عَمَلَ اْليَوْمِ إلَي اْلغَدِ

jangan menunggu hari esok apa apa yang bisa kau kerjakan hari ini !
Don’t till tomorrow what you can do tOday !

yah memang yang dinamakan hidup itu adalah sebuah pergerakan, tidak bergerak berarti tiadanya unsur kehidupan, jika unsur kehidupan lenyap maka yang ada hanya sebuah kematian. Namun, agar manusia hidup itu tidak melonjak menjadi makhluq yang sombong, di penghujung suroh al Insyiroh itu Allah mengajarkan : “ dan kepada Tuhanmu, maka berharaplah hanya kepada-Nya “, sehebat apapun usaha yang kita lakukan, secepat apapun langkah yang kita gerakkan, secanggih apapun alat yang kita gunakan, semua itu tidak pernah lepas dari ketentuan Sang Maha Penentu Pemilik kehidupan. Memang Usaha tanpa do’a hampa, kerja keras tanpa tawakkal sia sia, bergerak tanpa berpasrah diri kepada-Nya, BERSIAPLAH UNTUK KECEWA !

wallohu a'lam

BEKERJA dan BERSERAH DIRI PADA-NYA

Untaian kata indah, barisan kalimat megah, kumpulan mau’idhoh hasanah, taburan bagi pendamba hidayah, Al quran adalah jawabannya, tersirat Dalam QS. Al Insyiroh : 7 – 8 Allah memandu para hamba-Nya, menuntun manusia menuju tangga sukses dan bahagia :

“ maka apabila kau telah menyelesaikan satu pekerjaan maka segeralah bersungguh sungguh mengerjakan urusan berikutnya. Dan kepada Tuhanmu maka berharaplah
( kesuksesan ) dari-Nya “

inilah watak utama manusia Muslim, hidupnya selalu disibukkan dengan aneka karya dan beragam aktifitas, waktunya penuuh dengan amal nyata tanpa harus banyak bicara, bagi seorang mukmin tak ada kamus dalam hidupnya untuk bermalas malasan, ia selalu meniru Allah yang setiap saat selalu “sibuk“ mengurus makhluqNya “ كَََُّل يَوْمٍ هُوَ فِي شَأْنٍ ‘’ (Ar Rahman :29 ).

Ada satu ungkapan mutiara hikmah dari sang bijak yang sungguh menarik yaitu : اَلْحَرَكَةُ َبرَكَةٌ makna bebasnya adalah ; “ rizqimu akan barokah, nilaimu pasti bertambah, prestasimu akan terus melimpah, jika engkau senantiasa berharokah “ ya harokah artinya bergerak, tidak jumud dan statis, tidak berpangku tangan, bukan menghitung bintang, bermalas malasan, dibenaknya hanya ada sekumpulan angan angan, cita citanya tinggi tapi semangatnya telah mati.

Dalam rangkaian ibadah yang Rasul ajarkan pada ummatnya, disitu dapat kita lihat betapa Islam sangat mengajarkan kepada kita sebuah exercise / riyadloh / latihan agar kita terus bergerak, lihat saja ibadah sholat, saat memulai takbirotul ihrom kita mengerakkan tangan, mulut kita bergerak menguntai faatihatul kitab, ruku’, I’tidal, sujud, tahiyyat dan bahkan saat salam terakhirpun kita gerakkan kepala ke kanan dan kiri. Masyaaallooh. Demikian halnya dengan ibadah haji, ibadah yang 90 % melibatkan aktifitas fisik, ambil contoh saja thowaf, thowaf adalah gerakan tak kenal henti, sebentar saja kita berhenti putaran arus manusia akan siap menghempas kita, Sa’I melambangkan sebuah kerja keras yang optimal dan melelahkan, begitupun dengan melontar jamarot, dst.

Memang adakalanya kita harus harus Shoum dan Wuquf, artinya sesekali kita juga perlu untuk berdiam diri sejenak, namun bagi seorang mukmin, prosentase gerak harus jauh lebih besar dibanding dengan diamnya kita, dan -- sebagai catatan kecil -- berdiam dirinya kita pun sebenarnya dalam rangka menghitung diri sambil merencanakan apa langkah berikutnya yang akan kita lakukan.

Dari sini kita dapat melihat, bahwa Seseorang yang ingin menggapai dan mencapai kesuksesan, maka pilihan dalam hidupnya Cuma satu, yaitu BERGERAK tanpa kenal henti. Otak kita bergerak mencari terobosan terobosan baru, mencari kiat kiat andalan dan menentukan sebuah inovasi. Mata kita terus kita gerakkan melihat dan mencari peluang peluang yang terbuka dihadapan kita, kaki kita langkahkan dalam mengejar ketertinggalan, melangkah keluar rumah seperti halnya seekor burung meninggalkan sarangnya. Bergerak terus menghampiri klien, melobby para petinggi dalam bingkai silaturrahmi, mendatangi halaqoh halaqoh keilmuan untuk memperluas wawasan keberagamaan. Allah berfirman :

"Dialah ( Allah ) Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kalian, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (akan kembali setelah ) dibangkitkan". ( QS. Al Mulk : 15 )

jika demikian, apakah mungkin sukses itu kita raih jika kita tidak mau bergerak ?

Mengapa tidak kita tengok universitas terbuka alam semesta, bukankah ia banyak memberikan pelajaran maha berharga buat manusia. Alam dan isinya ini tidak pernah sedetikpun berhenti bergerak, bumi mengitari matahari dan rembulan tanpa kenal lelah. Mataharipun bergerak mengitari milyaran bintang di angkasa raya, dari dinamisasi ini terciptalah siang yang terang, siang menghilang lalu muncullah indahnya malam yang temaram, coba layangkan pandangan mata ke sekitar kita, Ombak yang terus mendebur menyibak pantai, nyiur tetap melambai dihembus angin berderai, gesekan antar daun dan ranting menciptakan irama alam yang begitu mengasyikkan.


Coba hayati dan rasakan kembali, saat manusia tidur sekalipun seluruh organ dalam mekanisme tubuh ini terus beraktifitas, bukankah jantung kita tidak pernah berhenti berdetak, ia terus memompa darah, sehingga dengannya darah kita terus bergerak mengaliri setiap lekuk jaringan sel tubuh kita, paru paru terus melakukan tugasnya bernafas, ginjal menyaring dan menetralkan racun racun yang ada dalam darah, bukankah nadi kita juga tetap berdenyut. Pertanyaan paling penting dari semua itu adalah : Bagaimana bila semua organ dalam tubuh kita ini berhenti bergerak ???, kematian yang akan terjadi. Berakhirlah hidup ini, si anak akan kehilangan ayahnya, istri akan menangisi suaminya,

Ibnu Umar pernah berkata : لا َ تُؤَخِّرْ عَمَلَ اْليَوْمِ إلَي اْلغَدِ

jangan menunggu hari esok apa apa yang bisa kau kerjakan hari ini !
Don’t till tomorrow what you can do tOday !

yah memang yang dinamakan hidup itu adalah sebuah pergerakan, tidak bergerak berarti tiadanya unsur kehidupan, jika unsur kehidupan lenyap maka yang ada hanya sebuah kematian. Namun, agar manusia hidup itu tidak melonjak menjadi makhluq yang sombong, di penghujung suroh al Insyiroh itu Allah mengajarkan : “ dan kepada Tuhanmu, maka berharaplah hanya kepada-Nya “, sehebat apapun usaha yang kita lakukan, secepat apapun langkah yang kita gerakkan, secanggih apapun alat yang kita gunakan, semua itu tidak pernah lepas dari ketentuan Sang Maha Penentu Pemilik kehidupan. Memang Usaha tanpa do’a hampa, kerja keras tanpa tawakkal sia sia, bergerak tanpa berpasrah diri kepada-Nya, BERSIAPLAH UNTUK KECEWA !

wallohu a'lam

Senin, 13 Juli 2009

ketika Orang Tua tidak merestui kisah cinta kita

Jatuh cinta dan memiliki seorang pacar memang menyenangkan dan bisa membuat hidup kita lebih indah dan tentunya lebih bersemangat lagi untuk menjalani hari demi hari demi. Tapi tidak semua kisah cinta itu berjalan mulus, selalu ada saja yang menghalangi atau bahkan membuat kisah cinta kita jadi lebih sulit untuk dijalani.

Dan mungkin yang paling sering terjadi adalah ketika orang tua tidak setuju atas hubungan cinta kita? Orang tua kita tidak mau menerima pilihan hati kita dan membenci orang yang jadi pacar kita.

Bila anda pernah mengalami seperti hal seperti ini, dimana hubungan cinta kita tidak mendapat restu dari orang tua, jangan kecil hati dulu dan jangan terburu-buru mengambil langkah yang bisa jadi, justru akan merugikan kehidupan kita.

Ketika orang tua tidak merestui hubungan kita, ada baiknya anda melakukan lagi cek dan rechek atas permasalahan yang sedang dihadapi, dan anda harus siap melihat dan menerima sisi baik maupun sisi buruk dari masalah ini.

Cek Motivasi Hubungan Cinta ini

Yang pertama kali harus kita lakukan adalah mengetahui dulu motivasi apa yang menyebabkan kita memilih dia menjadi pacar kita? Apa tujuan dari hubungan yang kita jalin. Apakah tujuan kita memilih dia itu hanya untuk sekedar gila-gilaan, biar lebih dipandang sebagai ce/co gaul, atau mungkin ada motivasi lain yang lebih tinggi, misal karena kita menginginkan dia jadi istri/suami kita? Dengan mengetahui motivasi sebenarnya dari sebuah hubungan, kita bakal lebih mengetahui apakah kita emang benar-benar cinta sama dia? atau justru cinta yang kita rasakan ini cuma sekedar perasaan kagum sesaat saja? Atau malah yang parah lagi bila kita memilih dia, cuma ingin teman-teman kita memandang kita hebat karena bisa mendapatkan dia, yang notabene ce/co idaman?

Nah, bila kita telah mengetahui apa sebenarnya motivasi dari hubungan cinta kita, dijamin kita bakal lebih mudah untuk menghadapi ketidaksetujuan dari orang tua kita.

Apakah ini Benar-Benar Cinta?

Sekali lagi, tanya pada diri kita sendiri, apakah yang kita rasakan ini adalah benar-benar cinta? Apakah emang kita benar-benar sayang sama dia? Saat kita jatuh cinta pada seseorang, kita akan selalu memandang semua hal itu mungkin dan bisa dilakukan. Dengan kekuatan cinta, kita bisa lebih bersemangat, apa yang tadinya terasa tidak mungkin menjadi mungkin.

Tapi ketika tiba-tiba orang tua tidak setuju dengan hubungan kita, maka akan dengan mudahnya kita menyalahkan mereka, dan menganggap mereka tidak mengerti dengan perasaan yang kita alami.

Apa Motivasi dari ketidaksetujuan Orang Tua

Langkah berikutnya adalah mengetahui apa motivasi dibalik ketidaksetujuan orang tua atas hubungan cinta kita. Cari tahu latar belakang dari kehidupan orang tua kita dan kemudian kita bandingkan dengan latar belakang dari pacar kita, karena biasanya perbedaan latar belakang seringkali menjadi penyebab utama dari ketidaksetujuan orang tua. Ada banyak alasan yang bisa menyebabkan orang tua tidak merestui hubungan kita, dan itu semua harus kita cari tahu apa motivasi dari alasan-alasan tersebut.

Jika Orang Tua Kita Ternyata Salah

Orang tua juga manusia, tidak selamanya mereka selalu benar. Bila ternyata ketidaksetujuan mereka lebih dilatar belakangi karena masalah racis (perbedaan suku, warna kulit dst), kelas sosial, atau bahkan perbedaan pekerjaan (misal dia kurang mapan dibandingkan dengan kita). Bila itu semua yang menjadi alasan, maka sudah selayaknya kita berjuang mempertahankan hubungan cinta kita dan tidak begitu saja menyerah dan setuju dengan ketidaksetujuan orang tua kita.

Orang tua mungkin merasa khawatir bila ternyata hubungan cinta kita justru akan membuat kita sengsara, atau membuat kita dikucilkan dari pergaulan masyarakat. Dan terkadang orang tua mempergunakan “aturan” atau “tata sosial” zaman dulu, yang terkadang kurang relevan dengan keadaan zaman sekarang.

Bila ternyata semua ini yang menjadi penyebab ketidaksetujuan orang tua kita, maka sudah sewajarnya kita bisa memberikan argumen yang tepat pada mereka untuk mempertahankan hubungan cinta kita. Bagaimanapun ketidaksetujuan yang disebabkan karena masalah rasis, kelas sosial sangat tidak bisa dibenarkan, meskipun itu semua datang dari orang tua kita sendiri.

Jika Orang Tua Kita Ternyata Benar

Tidak ada yang lebih mengenal kita, selain orang tua kita. Bahkan orang tua lebih tahu dan mengerti pada diri kita dibandingkan kita sendiri. Dan mungkin saja, karena kita sedang dibutakan oleh yang namanya cinta, hingga apa yang dilihat sebagai sisi buruk oleh orang tua kita justru kita tidak bisa menyadarinya. Yang kita lihat hanya sisi baik dan pandangan bahwa cinta itu selalu indah.

Kita harus ingat, orang tua sangat menyayangi kita dan mereka menginginkan supaya kita bisa bahagia dalam hidup ini. Jadi ketika mereka melihat sesuatu yang tidak beres dan merugikan, dalam hubungan cinta kita, tentu saja mereka bakal dengan tegas menolak dan tidak merestui hubungan kita.

Jika orang kita ternyata pernah mendengar bahkan tahu bahwa pacar kita tersebut punya perilaku yang buruk, dan mereka mengkhawatirkan kita bakal dilukai oleh pacar kita, tentu ada baiknya bila kita mencoba mendengarkan mereka, karena mungkin saja mereka ada benarnya.

Jika kita mulai berlaku liar, dan hidup kita mulai kacau, (misal kita mulai mempergunakan obat-obatan terlarang, minuman keras) karena pengaruh pacar kita, orang tua sudah pasti sangat tidak setuju dengan hubungan kita. Dan orang tua juga bakal tidak merestui, bila ternyata selama menjalin hubungan cinta, prestasi kuliah kita mulai menurun, atau kita mulai kehilangan sahabat dan teman kita. Sudah waktunya kita mendengarkan orang tua dan menghentikan hubungan cinta kita. Bagaimanapun, sebuah hubungan cinta yang terlalu banyak mengorbankan dan merugikan kehidupan pribadi kita, sudah merupakan sesuatu yang tidak menyehatkan bagi kelangsungan hidup kita.

Menemukan Jalan Keluar

Seperti dikatakan di awal tadi, cinta itu indah dan bisa membuat hidup lebih bersemangat dan lebih baik. Bila ternyata cinta yang kita jalani sekarang ini memang benar-benar membuat hidup kita lebih baik, lebih nyaman, dan pacar kita benar-benar sayang sama kita dan memberikan efek positif pada kehidupan kita, sudah sewajarnya kita mempertahankan hubungan cinta ini, meskipun orang tua tidak setuju.

Tapi ketika hubungan cinta dirasakan mulai “membahayakan” kehidupan pribadi kita, ada baiknya kita berpikir ulang, apakah perlu kita mempertahankan cinta ini? Perlu diingat baik-baik, kita tidak harus kehilangan hidup kita hanya karena kita jatuh cinta dan membina sebuah hubungan. Keluarga, teman dan kuliah atau sekolah kita, masih sangat penting bagi kehidupan kita. Membina sebuah hubungan cinta, tidak berarti bahwa kita mesti kehilangan itu semua. Bila kita mulai merasakan bahwa kita mulai kehilangan hidup kita, sudah waktunya kita berpikir untuk mengakhiri hubungan cinta ini.

Orang tua selalu mengharapkan yang terbaik buat kita, hadapilah ketidaksetujuan orang tua dengan kepala dingin dan sikap yang kooperatif. Boleh jadi mereka tidak suka dengan pacar kita, tapi suatu hari nanti mereka pasti akan bisa menerima hubungan cinta kita, bila kita mampu membuktikan bahwa apa yang kita lakukan bisa membuat kehidupan kita lebih baik dan lebih indah untuk dijalani.


Selamat Jatuh Cinta!

Bangkit dari Kegelisahan

Rasa susah atas hilangnya ketaatan kepada Allah dengan tidak disertai bangkit kembali kepada Allah, termasuk tanda-tanda tipudaya.

Rasa susah adalah tersempitnya hati karena kehilangan sesuatu yang kita cintai, atau rasa takut terhadap datangnya hal-hal yang kita benci yang menimbulkan rasa gelisah. Seluruh ketakutan dan kekawatiran bahkan kegelisahan itu jika menumbuhkan kebangkitan diri menuju Allah berarti memiliki efek postif dan baik. Sebaliknya jika tidak, bahkan menikmati kegelisahan dan romantisme atas keputusasaan, justru berubah buruk, karena terpedaya oleh tipudaya nafsunya itu sendiri.

Banyak orang yang mengalami krisis kejiwaan membuat dirinya tertimpa kemalasan, kejenuhan beribadah, dengan sejumlah alasan yang diungkapkan oleh nafsunya sendiri. Dan kegelisahan itu bisa menimbulkan putus asa karena merasa apa yang muncul itu dari dirinya, manakala tidak dikembalikan kepada Allah.
Abu Sulaiman ad-Darany mengatakan, "Tangis itu bukanlah airmata yang meleleh, tetapi tangis sesungguhnya adalah meninggalkan dan melupakan perkara yang ditangisi."
Berarti seseorang harus tetap menjaga semangat dan stamina bangkit kepada Allah Ta'ala.

Hal demikian juga mengandung pelajaran bagi orang yang kehilangan waktu-waktu taatnya, kehilangan perbuatan baiknya, jangan sampai terjerumus dalam penyesalan yang ekstrim yang mengarah pada kegelisahan, lalu ia kehilangan harapan kepada Allah. Jika itu terjadi berarti kita telah masuk ke lembah tipudaya (ghurur).

Sebagaimana di awal hikmah Ibnu Athaillah disebutkan, "Tanda-tanda seseorang masih mengandalkan amalnya, adalah jika orang itu berbuat salah atau dosa, maka harapannya kepada Allah berkurang.
Munculnya harapan yang minim bisa disebabkan karena perasaan bersalah yang berlebihan, menyalahkan diri sendiri berlebihan, lalu merasa tidak pantas lagi menghadap Allah. Rasa tidak pantas menimbulkan semangat turun, lalu lambat laun malah jauh dari Allah.

memahami indahnya kegagalan

Syeikh Ibnu ‘Athaillah As-Sakandary
“Sesungguhnya kegagalan terasa menyakitkan, semata karena anda tidak faham sesuatu dari Allah di dalam kegagalan itu.”

Jika anda faham, anda akan melihat adanya kelembutan Ilahi, karena semuanya adalah rahmat dan kemurahan dariNya. Jadi seperti dikatakan juga oleh Ibnu Athaillah, “Siapa yang menyangka terlepasnya kelembutan Ilahi atas takdirnya (yang keras) semata karena piciknya pandangan orang itu.”

Di atas juga disebutkan, “Jika Allah membukakan pintu kefahaman, maka kegagalan adalah hakikat pemberian.” Dan kelak dibelakang akan kita jumpai kata-kata beliau yang indah, “Hendaknya bisa memperingan beban atas derita cobaan pada dirimu, manakala engkau mengenatui bahwa Allahlah yang memberi cobaan itu padamu.”

Jadi bila kita mengenal Allah Maha Kasih, Maha Lembut, Maka Mulia dan Maha Murah, maka segala bentuk keterhalangan kehendak kita, sesungguhnya sama sekali tidak akan merubah pendirian kita akan Sifat-sifat LembutNya dan KasihNya kepada kita.

Karena itu beliau melanjutkan hikmahnya yang agung:
“Terkadang Allah membukakan pintu Taat pada Allah bagimu, dan tidak membukakan pintu suksesnya keinginanmu. Bahkan Allah pun menentukan suatu tindakan dosa padamu, dan tindakan itu malah membuatmu sampai ke hadiratNya.”

Taat itu sendiri adalah anugerah yang luar biasa, bukan sekadar suksesnya keinginan anda. Karena kegagalan atas cita-cita anda sesungguhnya teriringi oleh anugerah Allah dibalik semua itu. Jadi hakikatnya bukan gagal, namun anugerah pemberian.

Pintu-pintu sukses yang sesungguhnya ada tiga, menurut Syeikh Zarruq:
Pertama: Taqwa, sebagaimana firman Allah Ta’ala, “Sesungguhnya Allah menerima (memberikan Kabul) dari orang-orang yang bertaqwa.” (Al-Maidah 27). Setiap amaliyah yang tidak disetrtai ketaqwaan hanyalah kepayahan dan kerja keras tanpa guna. Menjadi berguna manakala seseorang melakukannya dengan penuh sukacita bersama Allah Ta’ala.

Kedua: Ikhlas. Segala sesuatu kalau bukan karena demi Wajah Allah tidak diterima oleh Allah. Hadits Qudsy menegaskan, “Aku Maha tidak butuh pendamping yang lain (syirik). Siapa yang beramal dimana ada unsur lain di dalamnya selain diriKu, maka Aku tinggalkan amal hamba itu dan unsur lain tersebut.”

Ketiga: rasa yakin mengikuti jejak Sunnah dan Kebenaran. Karena Allah tidak menerima amal hamba yang melakukan amaliyah kecuali dengan sikap benar dan mengikuti kebenaran.
Siapa pun yang melakukan amaliyah dengan tiga kategori di atas, maka dia akan mendapatkan kemudahan atas amaliahnya karena ketiganya sebagai pertanda diterimanya amal. Jika tidak, maka hanya mendapatkan kepayahan dan kelelahan belaka.
Sedangkan orang yang ditakdirkan dosa, menjadi sebab orang tersebut wushul kepada Allah, dimana hidayah justru terbuka paska tindakan dosa, karena tiga hal pula:
Rasa remuk redam atas tindakan dosanya, seperti dalam hadits Qudsi: “ Aku bersama orang yang remuk redam hatinya demi menuju kepadaKu.”
Ditambah dengan taubat orang tersebut, “Sesungguhnya Allah mencintai orangt-orang yang taubat.” (Al-Baqarah : 222).
Semangat yang disertai kewaspada-an dalam menempuh keikhlasan, dan penyucian dosa-dosanya.
Dalam hadits disebutkan, “Betapa banyaknya dosa, malah membuat si empunya malah masuk syurga.”
Syeikh Abul Abbas al-Mursi menafsirkan firman Allah swt :

“Allah memasukkan malam di dalam siang dan memasukkan siang di dalam malam. “ (Al-Hajj: 61)
Maknanya adalah Allah memasukkan taat dalam maksiat, dan memasukkan maksiat di dalam taat.
Seorang hamba yang penuh taat, lalu dia kagum atas prestasi taatnya, dan merasa dengan taatnya kepada Allah membuatnya hebat, lalu minta ganti rugi pahala dari Allah atas amal ibadahnya. Sikap demikian adalah kebaikan yang dihapus oleh keburukan.

Rasa kagum atas prestasi ibadahnya adalah kejahatan di dalam dirinya. Itulah yang disebut masuknya taat dalam maksiat.

Begitu juga ketika pendosa berbuat dosa, kemudian ia bertobat kembali kepada Allah Ta’ala dengan remuk redam hatinya, merasa hina dan memohon ampunan padaNya, bahkan dia merasa lebih berdosa dari siapa pun jua, karena belum pernah ada dosa yang lebih hebat ketimbang dia.
Kesadaran ini berarti maksiat yang masuk dalam taat.
Kemudian mana yang disebut maksiat dan mana yang disebut ibadah taat?

Jumat, 29 Mei 2009

BIMBINGAN PROFESIONAL GURU DAN MOTIVASI MENGAJAR GURU TERHADAP MANAJEMEN PEMBELARAN

Pendahuluan
Abad 21 merupakan abad global. Masa ini ditandai dengan kehidupan bermasyarakat yang berubah cepat karena dunia semakin menyatu. Apalagi ditopang kemajuan teknologi informasi dan komunikasi sehingga batas-batas masyarakat dan negara menjadi kabur. Demikian pula pada sekotor ekonomi, dunia berkembang dengan pesat yang ditandai kemajuan ilmu pengetahuan.
Ekonomi yang berdasarkan ilmu pengetahuan merupakan lokomotif dari perubahan dunia abd 21. Selanjutnya sektor ekonomi yang berdasarkan ilmu pengetahuan (knowledge based economy) menuntut penguasaan ilmu pengetahuan dari para pelaku ekonomi profesional. Di dalam masyarakat sederhana, berbagai pekerjaan dilakukan secara rutin. Masyarakat konsumen menuntut kualitas produksi yang tinggi dan terus menerus diperbaiki.
Oleh sebab itu profesionalisme merupakan syarat mutlak dalam kehidupan global. Apalagi pada dunia global lebih diutamakan pada penguasaan kemampuan dan keterampilan serta penuh persaingan. Globalisasi mengubah hakikat kerja dari amatirisme menuju kepada profesionalisme.
Memang inilah dasar dari suatu masyarakat berdasarkan merit system. Legitimasi dari suatu pekerjaan atau jabatan di dalam masyarakat abad 21 tidak lagi didasarkan kepada amatirisme atau keterampilan yang diturunkan atau dengan dasar-dasar yang lain, tetapi berdasarkan kepada kemampuan seseorang yang diperoleh secara sadar dan terarah dalam menguasai berbagai jenis ilmu pengetahuan dan keterampilan.
Tuntutan profesionalisme akibat dari perubahan global sesuai dengan tuntutan perubahan masyarakat, profesi guru juga menuntut profesionalisme. Guru yang profesional bukan hanya sekedar alat untuk transmisi kebudayaan, tetapi mentransfomasikan kebudayaan itu ke arah budaya yang dinamis yang menuntut penguasaan ilmu pengetahuan, produktivitas yang tinggi, dan kualitas karya yang dapat bersaing.

Bimbingan Profesional Guru
Wacana tentang profesionalisme guru kini menjadi sesuatu yang mengemuka ke ruang publik seiring dengan tuntutan untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Menurut Oktovianus Sahulata dalam makalahnya dikatakan: mutu pendidikan Indonesia dianggap masih rendah karena beberapa indikator antara lain: Pertama, lulusan dari sekolah dan perguruan tinggi yang belum siap memasuki dunia kerja karena minimnya kompetensi yang dimiliki. Bekal kecakapan yang diperoleh di lembaga pendidikan belum memadai untuk digunakan secara mandiri, karena yang terjadi di lembaga pendidikan hanya transfer of knowledge semata yang mengakibatkan anak didik tidak inovatif, kreatif bahkan tidak pandai dalam menyiasati persoalan-persoalan di seputar lingkungannya. Kedua, Peringkat indeks pengembangan manusia (Human Development Index) masih sangat rendah. Menurut data tahun 2004, dari 117 negara yang disurvei Indonesia berada pada peringkat 111 dan pada tahun 2005 peringkat 110 dibawah Vietnam yang berada di peringkat 108. Ketiga, Mutu akademik di bidang IPA, Matematika dan Kemampuan Membaca sesuai hasil penelitian Programme for International Student Assesment (PISA) tahun 2003 menunjukan bahwa dari 41 negara yang disurvei untuk bidang IPA Indonesia berada pada peringkat 38, untuk Matematika dan kemampuan membaca menempati peringkat 39. Keempat, sebagai konsekuensi logis dari indikator-indikator diatas adalah penguasaan terhadap IPTEK dimana kita masih tertinggal dari negara-negara seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand. (www.hotlinkfiles.com)
Guru, akhirnya menjadi salah satu faktor menentukan dalam konteks meningkatkan mutu pendidikan dan menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas karena guru adalah garda terdepan yang berhadapan langsung dan berinteraksi dengan siswa dalam proses belajar mengajar. Mutu pendidikan yang baik dapat dicapai dengan guru yang profesional dengan segala kompetensi yang dimiliki.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen merupakan sebuah perjuangan sekaligus komitmen untuk meningakatkan kualitas guru yaitu kualifikasi akademik dan kompetensi profesi pendidik sebagai agen pembelajaran. Kualifikasi akademik diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana (S1) atau D4. Sedangkan kompetensi profesi pendidik meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional dan kompetensi sosial. Dengan sertifikat profesi, yang diperoleh setelah melalui uji sertifikasi lewat penilaian portofolio (rekaman kinerja) guru, maka seorang guru berhak mendapat tunjangan profesi sebesar 1 bulan gaji pokok. Intinya, Undang-Undang Guru dan Dosen adalah upaya meningkatkan kualitas kompetensi guru seiring dengan peningkatan kesejahteraan mereka.
Menurut H. Isjoni (2006:20) guru profesional bukan lagi merupakan sosok yang berfungsi sebagau robot, tetapi merupakan dinamisator yang mengantar potensi-potensi peserta didik ke arah kreativitas. Tugas seorang guru profesional meliputi tiga bidang utama:

(1) dalam bidang profesi;
(2) dalam bidang kemanusiaan;
(3) dalam bidang kemasyarakatan.
Dalam bidang profesi, seorang guru profesional berfungsi untuk mengjar, mendidik, melatih, dan melaksanakan penelitian masalah-masalah pendidikan.
Dalam bidang kemanusiaan, guru profesional berfungsi sebagai pengganti orang tuanya dalam peningkatan kemampuan intelektual anak didik. Guru profesional menjadi fasilitator untuk membantu peserta didik mentransformasikan potensi yang dimiliki peserta didik menjadi berkemampuan serta berketeramplilan yang berkembang dan bermanfaat bagi kemanusiaan.
Dalam bidang kemasyarakatan profesi guru berfungsi untuk memenuhi amanat dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu ikut serta mencerdaskan kehidupan bangsa. Sesuai dengan differensiasi tugas dari suatu masyarakat modern, sudah tentu tugas pokok dari guru ialah profesional dalam bidangnya tanpa melupakan tugas-tugas kemanusiaan dan kemasyarakatan lainnya.
Selanjutnya Isjoni (2006:21) mengatakan: “dalam rangka untuk melaksanakan tugas-tugasnya, guru profesional haruslah memiliki berbagai kompetensi. Kompetensi-kompetensi guru profesional antara lain meliputi kemampuan untuk mengembangkan pribadi peserta didik, khususnya kemampuan intelektual, serta membawa peserta didik menjadi anggota masyarakat Indonesia yang bersatu, dinamis, serta berdasarkan Pancasila.
Berkaitan dengan pembinaan profesional guru ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan:
1. Sistem Pembinaan Profesional (SPP)
Berpijak pada adanya kesadaran dan keinginan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia maka peranan pendidikan khususnya di Sekolah Dasar perlu diperkuat dan didukung dengan tersedianya tenaga kependidikan yang berkualitas pula, yaitu :
a) Pengawas yang berkemampuan profesional dalam melakukan pembinaan serta pengawasan sekolah.
b) Kepala sekolah yang berkemampuan professional dalam melakukan manajemen sekolah.
c) Guru yang berkemampuan professional dalam melaksanakan tugas belajar mengajar.
Sistem Pembinaan Profesional (SPP) adalah usaha yang dilakukan secara sadar untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas profesi serta mutu kerja praktisi pendidikan.
Tujuan SPP adalah untuk meningkatkan kualitas sumber daya tenaga kependidikan yang tersedia, sehingga dapat meningkatkan kualitas proses pendidikan itu sendiri, dan pada giliranya kualitas proses belajar dan out put SD semakin bermutu.
Sumber:
http://intanghina.wordpress.com/2009/01/13/bimbingan-profesional-guru-dan-motivasi-mengajar-guru-terhadap-manajemen-pembelajaran/

Penggunaan Multimedia Oleh Guru Tak Bisa Ditunda

YOGYAKARTA, RABU - Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Romi Satria Wahono mengatakan bahwa penggunaan multimedia oleh guru dalam proses belajar sangat efektif dalam meningkatkan daya tangkap anak didik karena mencakup prinsip audiovisual.

Dengan multimedia pembelajaran, anak didik tidak hanya mendengar tapi juga melihat. Inisiatif harus ada pada guru. Oleh karena itu, ketrampilan guru membuat dan menggunakan multimedia pembelajaran jangan ditunda lagi. "Pakai multimedia, daya serapnya lebih tinggi sekitar 30-80 persen," ujar Romi di depan para guru yang mengikuti Lomba Guru Inovatif yang diselenggarakan Microsoft Indonesia di Yogyakarta, Rabu (23/7).

Berdasarkan penelitian, jika guru hanya menggunakan metode 'memperdengarkan' saja, maka anak didik hanya dapat mengungkapkan kembali 70 persen apa yang didengarnya setelah tiga jam dan 10 persen saja setelah tiga hari. Dengan hanya menggunkan metode 'mempertunjukkan', anak didik hanya dapat mengungkapkan kembali 72 persen apa yang didengarnya setelah tiga jam dan 20 persen setelah tiga hari.

"Sementara, jika menggunakan kedua metode itu, anak didik dapat ungkapkan 85 persen yang diperolehnya setelah tiga jam dan 65 persen setelah tiga hari," tandas Romi.

Oleh karena itu, menurut Romi, guru harus berupaya memulai dengan menggunakan software yang mudah digunakan, seperti Microsoft Power Point atau Open Office Impress dan berusaha menguasai animasi dan efeknya.

Meski dengan software yang mudah, keunggulan multimedia pembelajaran tentu saja harus diimbangi dengan kreativitas guru dalam mengemas materi di dalam multimedia pembelajaran.

Dosen Teknologi Informasi Universitas Negeri Jakarta Ahmad Ridwan mengatakan bahwa untuk memperoleh hasl yang maksimal, guru juga tak boleh sembarangan membuat multimedia pembelajaran. Ada pertimbangan mengenai aspek-aspek psikologis pembelajaran.

"Contohnya, guru harus mengetahui psikologi screening. Daya baca orang di screening lebih lambat 20-30 persen daripada baca koran. Ini hasil penelitian, jadi tulisan di screen harus dibuat seefektif mungkin," ujar Ridwan.

Selain itu, para guru harus mempertimbangkan penempatan setiap materi dalam satu layar. Materi-materi penting harus ditempatkan di bagian kiri atas dan diteruskan dengan materi-materi penjelas makin ke bawah. Jika ada flash yang mendukung materi terpenting dapat ditempatkan di sebelah kanan atas. "Materi yang penting ke materi yang tidak penting letaknya seperti arah jarum jam," tambah Ridwan.

Guru juga harus memperhatikan efektivitas penggunaan kata, misalnya dengan menggunakan pointer-pointer. Tampilan juga mempengaruhi. Keterampilan komunikasi visual diperlukan di sini, seperti kreatif dalam warna dan upaya memfokuskan sesuatu. "Focusing materi mendorong mereka untuk mencari sendiri, seperti untuk belajar dan mencari sound dan flash yang menarik," tandas Ridwan.

http://tekno.kompas.com/read/xml/2008/07/23/13050844/penggunaan.multimedia.oleh.guru.tak.bisa.ditunda

pelajaran bahasa indonesia disekolah

Tak heran apabila mata pelajaran ini kemudian diberikan sejak masih di bangku SD hingga lulus SMA. Dari situ diharapkan siswa mampu menguasai, memahami dan dapat mengimplementasikan keterampilan berbahasa. Seperti membaca, menyimak, menulis, dan berbicara. Kemudian pada saat SMP dan SMA siswa juga mulai dikenalkan pada dunia kesastraan. Dimana dititikberatkan pada tata bahasa, ilmu bahasa, dan berbagai apresiasi sastra. Logikanya, telah 12 tahun mereka merasakan kegiatan belajar mengajar (KBM) di bangku sekolah. Selama itu pula mata pelajaran Bahasa Indonesia tidak pernah absen menemani mereka.

Tetapi, luar biasanya, kualitas berbahasa Indonesia para siswa yang telah lulus SMA masih saja jauh dari apa yang dicita-citakan sebelumnya. Yaitu untuk dapat berkomunikasi dengan Bahasa Indonesia yang baik dan benar.Hal ini masih terlihat dampaknya pada saat mereka mulai mengenyam pendidikan di perguruan tinggi. Kesalahan-kesalahan dalam berbahasa Indonesia baik secara lisan apalagi tulisan yang klise masih saja terlihat. Seolah-olah fungsi dari pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah tidak terlihat maksimal. Saya penah membaca artikel dosen saya yang dimuat oleh harian Pikiran Rakyat. Dimana dalam artikel tersebut dibeberkan banyak sekali kesalahan-kesalahan berbahasa Indonesia yang dilakukan oleh para mahasiswa saat penyusunan skripsi. Hal ini tidak relevan, mengingat sebagai mahasiswa yang notabenenya sudah mengenyam pendidikan sejak setingkat SD hingga SMU, masih salah dalam menggunakan Bahasa Indonesia.

Lalu, apakah ada kesalahan dengan pola pengajaran Bahasa Indonesia di sekolah? Selama ini pengajaran Bahasa Indonesia di sekolah cenderung konvesional, bersifat hafalan, penuh jejalan teori-teori linguistik yang rumit. Serta tidak ramah terhadap upaya mengembangkan kemampuan berbahasa siswa. Hal ini khususnya dalam kemampuan membaca dan menulis. Pola semacam itu hanya membuat siswa merasa jenuh untuk belajar bahasa Indonesia. Pada umumnya para siswa menempatkan mata pelajaran bahasa pada urutan buncit dalam pilihan para siswa. Yaitu setelah pelajaran-pelajaran eksakta dan beberapa ilmu sosial lain. Jarang siswa yang menempatkan pelajaran ini sebagai favorit. Hal ini semakin terlihat dengan rendahnya minat siswa untuk mempelajarinya dibandingkan dengan mata pelajaran lain. Saya menyoroti masalah ini setelah melihat adanya metode pengajaran bahasa yang telah gagal mengembangkan keterampilan dan kreativitas para siswa dalam berbahasa. Hal ini disebabkan karena pengajarannya yang bersifat formal akademis, dan bukan untuk melatih kebiasaan berbahasa para siswa itu sendiri.

Pelajaran Bahasa Indonesia mulai dikenalkan di tingkat sekolah sejak kelas 1 SD. Seperti ulat yang hendak bermetamorfosis menjadi kupu-kupu. Mereka memulai dari nol. Pada masa tersebut materi pelajaran Bahasa Indonesia hanya mencakup membaca, menulis sambung serta membuat karangan singkat. Baik berupa karangan bebas hingga mengarang dengan ilustrasi gambar. Sampai ke tingkat-tingkat selanjutnya pola yang digunakan juga praktis tidak mengalami perubahan yang signifikan. Pengajaran Bahasa Indonesia yang monoton telah membuat para siswanya mulai merasakan gejala kejenuhan akan belajar Bahasa Indonesia. Hal tersebut diperparah dengan adanya buku paket yang menjadi buku wajib. Sementara isi dari materinya terlalu luas dan juga cenderung bersifat hafalan yang membosankan. Inilah yang kemudian akan memupuk sifat menganggap remeh pelajaran Bahasa Indonesia karena materi yang diajarkan hanya itu-itu saja.

Saya mengambil contoh dari data tes yang dilakukan di beberapa SD di Indonesia tentang gambaran dari hasil pembelajaran Bahasa Indonesia di tingkat SD. Tes yang digunakan adalah tes yang dikembangkan oleh dua Proyek Bank Dunia, yaitu PEQIP dan Proyek Pendidikan Dasar (Basic Education Projects) dan juga digunakan dalam program MBS dari Unesco dan Unicef. Dari tes menulis dinilai berdasarkan lima unsur: tulisan tangan (menulis rapi), ejaan, tanda baca, panjangnya karangan, dan kualitas bahasa yang digunakan. Bobot dalam semua skor adalah tulisan (15%), ejaan (15%), tanda baca (15%), panjang tulisan (20%), dan kualitas tulisan (35%).

Hanya 19% anak bisa menulis dengan tulisan tegak bersambung dan rapih. Sedangkan 64% bisa membaca rapih tetapi tidak bersambung. Perbedaan antarsekolah sangat mencolok. Pada beberapa sekolah kebanyakan anak menulis dengan rapih, sementara yang lain sedikit atau sama sekali tidak ada. Ini hampir bisa dipastikan guru-guru pada sekolah-sekolah yang pertama yang bagus tulisannya secara reguler mengajarkan menulis rapi. Sementara sekolah-sekolah yang belakangan tidak.

Hanya 16% anak menulis tanpa kesalahan ejaan dan 52% anak bisa menulis dengan ejaan yang baik (sebagian besar kata dieja dengan benar), sementara lebih dari 30% dari kasus menulis dengan kesalahan ejaan yang parah atau sangat parah. 58 % anak memberi tanda baca pada tulisan mereka dengan baik (dikategorikan bagus atau sempurna), sementara itu lebih dari 35% kasus anak yang menulis dengan kesalahan tanda baca dan dikategorikan kurang atau sangat kurang.

58% siswa menulis lebih dari setengah halaman dan 44% siswa isi tulisannya yang dinilai baik, yaitu gagasannya diungkapkan secara jelas dengan urutan yang logis. Pada umumnya anak kurang dapat mengelola gagasannya secara sistematis

Alasan mengapa begitu banyak anak yang mengalami kesulitan dalam menulis karangan dengan kualitas dan panjang yang memuaskan serta dengan menggunakan ejaan dan tanda baca yang memadai ialah anak-anak di banyak kelas jarang menulis dengan kata- kata mereka sendiri. Mereka lebih sering menyalin dari papan tulis atau buku pelajaran. Dari data tersebut menggambarkan hasil dari KBM Bahasa Indonesia di SD masih belum maksimal. Walaupun jam pelajaran Bahasa Indonesia sendiri memiliki porsi yang cukup banyak.

Setelah lulus SD dan melanjutkan ke SMP, ternyata proses pengajaran Bahasa Indonesia masih tidak kunjung menunjukan perubahan yang berarti. Ulat pun masih menjadi kepompong. Kelemahan proses KBM yang mulai muncul di SD ternyata masih dijumpai di SMP. Bahkan ironisnya, belajar menulis sambung yang mati-matian diajarkan dahulu ternyata hanya sebatas sampai SD saja. Pada saat SMP penggunaan huruf sambung seakan-akan haram hukumnya, karena banyak guru dari berbagai mata pelajaran yang mengharuskan muridnya untuk selalu menggunakan huruf cetak. Lalu apa gunanya mereka belajar menulis sambung?

Seharusnya pada masa ini siswa sudah mulai diperkenalkan dengan dunia menulis (mengarang) yang lebih hidup dan bervariatif. Dimana seharusnya siswa telah dilatih untuk menunjukkan bakat dan kemampuannya dalam menulis: esai, cerita pendek, puisi, artikel, dan sebagainya. Namun, selama ini hal itu dibiarkan mati karena pengajaran Bahasa Indonesia yang tidak berpihak pada pengembangan bakat menulis mereka. Pengajaran Bahasa Indonesia lebih bersifat formal dan beracuan untuk mengejar materi dari buku paket. Padahal, keberhasilan kegiatan menulis ini pasti akan diikuti dengan tumbuhnya minat baca yang tinggi di kalangan siswa.

Beranjak ke tingkat SMA ternyata proses pembelajaran Bahasa Indonesiapun masih setali tiga uang. Sang ulat kini hanya menjadi kepompong besar. Kecuali dengan ditambahnya bobot sastra dalam pelajaran bahasa indonesia, materi yang diajarkan juga tidak jauh-jauh dari imbuhan, masalah ejaan, subjek-predikat, gaya bahasa, kohesi dan koherensi paragraf, peribahasa, serta pola kalimat yang sudah pernah diterima di tingkat pendidikan sebelumnya. Perasaan akan pelajaran Bahasa Indonesia yang dirasakan siswa begitu monoton, kurang hidup, dan cenderung jatuh pada pola-pola hafalan masih terasa dalam proses KBM.

Tidak adanya antusiasme yang tinggi, telah membuat pelajaran ini menjadi pelajaran yang kalah penting dibanding dengan pelajaran lain. Minat siswa baik yang menyangkut minat baca, maupun minat untuk mengikuti pelajaran Bahasa Indonesia semakin tampak menurun. Padahal, bila kebiasaan menulis sukses diterapkan sejak SMP maka seharusnya saat SMA siswa telah dapat mengungkapkan gagasan dan ''unek-unek'' mereka secara kreatif. Baik dalam bentuk deskripsi, narasi, maupun eksposisi yang diperlihatkan melalui pemuatan tulisan mereka berupa Surat Pembaca di berbagai surat kabar. Dengan demikian apresiasi dari pembelajaran Bahasa Indonesia menjadi jelas tampak prakteknya dalam kehidupasn sehari-hari. Bila diberikan bobot yang besar pada penguasaan praktek membaca, menulis, dan apresiasi sastra dapat membuat para siswa mempunyai kemampuan menulis jauh lebih baik Hal ini sangat berguna sekali dalam melatih memanfaatkan kesempatan dan kebebasan mereka untuk mengungkapkan apa saja secara tertulis, tanpa beban dan tanpa perasaan takut salah.

Setelah melihat pada ilustrasi dari pola pengajaran tersebut saya melihat adanya kelemahan - kelemahan dalam pengajaran Bahasa Indonesia di sekolah. KBM belum sepenuhnya menekankan pada kemampuan berbahasa, namun lebih pada penguasaan materi. Hal ini terlihat dari porsi materi yang tercantum dalam buku paket lebih banyak diberikan dan diutamakan oleh para guru bahasa Indonesia. Sedangkan pelatihan berbahasa yang sifatnya lisan ataupun praktek hanya memiliki porsi yang jauh lebih sedikit. Padahal kemampuan berbahasa tidak didasarkan atas penguasaan materi bahasa saja, tetapi juga perlu latihan dalam praktek kehidupan sehari-hari.

Selain itu, pandangan atau persepsi sebagian guru, keberhasilan siswa lebih banyak dilihat dari nilai yang diraih atas tes, ulangan umum bersama (UUB) terlebih lagi pada Ujian Akhir Nasional (UAN). Nilai itu sering dijadikan barometer keberhasilan pengajaran. Perolehan nilai yang baik sering menjadi obsesi guru karena hal itu dipandang dapat meningkatkan prestise sekolah dan guru. Untuk itu, tidak mengherankan jika dalam KBM masih dijumpai guru memberikan latihan pembahasan soal dalam menghadapi UUB dan UAN. Apalagi dalam UUB dan UAN pada pelajaran bahasa Indonesia selalu berpola pada pilihan ganda. Dimana bagi sebagian besar guru menjadi salah satu orientasi di dalam proses pembelajaran mereka. Akibatnya, materi yang diberikan kepada siswa sekedar membuat mereka dapat menjawab soal-soal tersebut, tetapi tidak punya kemampuan memahami dan mengimplementasikan materi tersebut untuk kepentingan praktis dan kemampuan berbahasa mereka. Pada akhirnya para siswa yang dikejar-kejar oleh target NEM-pun hanya berorientasi untuk lulus dari nilai minimal atau sekadar bisa menjawab soal pilihan ganda saja. Perlu diingat bahwa soal-soal UAN tidak memasukan materi menulis atau mengarang (soal esai).

Peran guru Bahasa Indonesia juga tak lepas dari sorotan, mengingat guru merupakan tokoh sentral dalam pengajaran. Peranan penting guru juga dikemukakan oleh Harras (1994). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di beberapa negara berkembang, termasuk Indonesia, dilaporkannya bahwa guru merupakan faktor determinan penyebab rendahnya mutu pendidikan di suatu sekolah. Begitu pula penelitian yang dilakukan International Association for the Evaluation of Education Achievement menunjukkan bahwa adanya pengaruh yang signifikan antara tingkat penguasaan guru terhadap bahan yang diajarkan dengan pencapaian prestasi para siswanya . Sarwiji (1996) dalam penelitiannya tentang kesiapan guru Bahasa Indonesia, menemukan bahwa kemampuan mereka masih kurang. Kekurangan itu, antara lain, pada pemahaman tujuan pengajaran, kemampuan mengembangkan program pengajaran, dan penyusunan serta penyelenggaraan tes hasil belajar. Guru Bahasa Indonesia juga harus memperhatikan prinsip-prinsip pembelajaran bahasa yang langsung berhubungan dengan aspek pembelajaran menulis, kosakata, berbicara, membaca, dan kebahasaan .Rupanya guru juga harus selalu melakukan refleksi agar tujuan bersama dalam berbahasa Indonesia dapat tercapai.

Selain itu, siswa dan guru memerlukan bahan bacaan yang mendukung pengembangan minat baca, menulis dan apreasi sastra. Untuk itu, diperlukan buku-buku bacaan dan majalah sastra (Horison) yang berjalin dengan pengayaan bahan pengajaran Bahasa Indonesia. Kurangnya buku-buku pegangan bagi guru, terutama karya-karya sastra mutakhir (terbaru) dan buku acuan yang representatif merupakan kendala tersendiri bagi para guru. Koleksi buku di perpustakaan yang tidak memadai juga merupakan salah satu hambatan bagi guru dan siswa dalam proses pembelajaran di sekolah perpustakaan sekolah hanya berisi buku paket yang membuat siswa malas mengembangkan minat baca dan wawasan mereka lebih jauh.

Menyadari peran penting pendidikan bahasa Indonesia, pemerintah seharusnya terus berusaha meningkatkan mutu pendidikan tersebut. Apabila pola pendidikan terus stagnan dengan pola-pola lama, maka hasil dari pembelajaran bahasa Indonesia yang didapatkan oleh siswa juga tidak akan bepengaruh banyak. Sejalan dengan tujuan utama pembelajaran Bahasa Indonesia supaya siswa memiliki kemahiran berbahasa diperlukan sebuah pola alternatif baru yang lebih variatif dalam pengajaran bahasa Indonesia di sekolah. Agar proses KBM di kelas yang identik dengan hal-hal yang membosankan dapat berubah menjadi suasana yang lebih semarak dan menjadi lebih hidup. Dengan lebih variatifnya metode dan teknik yang disajikan diharapkan minat siswa untuk mengikuti pelajaran Bahasa Indonesia meningkat dan memperlihatkan antusiasme yang tinggi. Selain itu guru hendaknya melakukan penilaian proses penilaian atas kinerja berbahasa siswa selama KBM berlangsung. Jadi tidak saja berorientasi pada nilai ujian tertulis. Perlu adanya kolaborasi baik antar guru Bahasa Indonesia maupun antara guru Bahasa Indonesia dengan guru bidang studi lainnya. Dengan demikian, tanggung jawab pembinaan kemahiran berbahasa tidak semata-mata menjadi tanggung jawab guru Bahasa Indonesia melainkan juga guru bidang lain. Apabila, sistem pembelajaran Bahasa Indonesia yang setengah-setengah akan terus begini, maka metamorfosis sang ulat hanyalah akan tetap menjadi kepompong. Awet dan tidak berkembang karena pengaruh formalin pola pengajaran yang masih berorientasi pada nilai semata



Sumber : http://re-searchengines.com/0106achmad.html

Siswa Belajar Lesehan

LAMONGAN, RABU — Meskipun luapan Bengawan Solo surut, sejumlah sekolah di wilayah Kecamatan Widang Kabupaten Tuban dan Kecamatan Laren Kabupaten Lamongan hingga Rabu (4/3) masih tergenang. Sekolah yang tergenang itu di antaranya SMK 2 Widang, MIMA dan SMA NU Laren, SMP Negeri 2 Laren, MI Toriqotul Hidayah Centini dan SD Simorejo, Centini dan Durikulon.

Ada sekolah yang meliburkan siswanya. Namun, ada sekolah yang tetap melaksanakan kegiatan belajar mengajar meskipun harus mengungsi ke sekolah lain. MI Toroqotul Hidayah memilih meliburkan siswa kelas I-III dan kegiatan belajar mengajar untuk kelas IV hingga kelas VI dilangsungkan di TK Muslimat 08 Laren dengan lesehan.

Kepala MI Toriqotul Hidayah Centini Khoirul Anam ditemui di sela-sela mengajar mengatakan, sekolahnya memiliki 219 siswa. Kegiatan belajar mengajar dipindahkan ke TK Muslimat yang masih satu yayasan sekitar 150 meter dari MI yang tergenang.

Kelas IV ada 43 siswa, kelas V 33 siswa, dan kelas VI 54 siswa. "Ya, anak-anak terpaksa belajar darurat seperti ini karena sekolah terendam. Yang penting mereka tetap sekolah karena ruangan TK terbatas ya hanya kelas IV sampai kelas VI yang lain diliburkan," tutur Khoirul Anam.

Sementara itu, SD Inpres Centini hanya melaksanakan kegiatan belajar-mengajar untuk kelas VI, kelas I sampai kelas V diliburkan. Salah seorang guru SD Inpres, Centini Kaswoto, mengatakan, sebanyak 18 siswa kelas VI diupayakan tetap masuk karena untuk persiapan khusus ujian akhir sekolah berstandar nasional (UASBN).

Sementara itu, genangan di SMP Negeri 2 Laren dan SMA NU masih tinggi. Kegiatan sekolah khusus kelas akhir dialihkan di Kecamatan Sekaran. SMP Negeri 2 Laren melaksanakan KBM di MIMA Kendal, sedangkan SMA NU di SD Kedalon. Para siswa ke sekolah dengan jalan kaki atau naik perahu melintasi genangan.

Posisikan Siswa Secara Proporsional

Terpisah Direktur The Nagg Nafik pada Diklat Kepemimpinan Profesional Pengawas TK, SD, dan SD Luar Biasa di Lamongan, Rabu (4/3), mengatakan, sistem pembelajaran yang umumnya dilakukan di kelas-kelas selama ini lebih berorientasi pada target penguasaan materi. Meski metode ini terbukti berhasil dalam kompetisi mengingat jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak untuk memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang.

Menurut Nafik, saat ini pendidikan masih didominasi pandangan bahwa pengetahuan sebagai perangkat fakta-fakta yang harus dihafal. "Guru masih menjadi pusat pengetahuan, ilmu, dan sebagainya, sementara ceramah masih menjadi pilihan utama strategi pembelajaran," katanya.

Nafik mengenalkan konsep belajar dengan strategi beyond centers and circle time (BCCT). Konsep tersebut adalah konsep belajar di mana guru-guru menghadirkan dunia nyata dalam kelas sehingga mendorong siswa untuk bisa menghubungkan pengetahuan yang diterimanya dengan dunia nyata. "Dengan metode itu, pengetahuan yang diperoleh siswa bisa dijadikan bekal dalam dunia nyata, baik di masa sekarang, maupun di masa yang akan datang," paparnya.

Menurut Nafik, dunia anak adalah dunia bermain. Maka sudah selayaknyalah konsep pendidikan untuk anak usia dini dirancang dalam bentuk bermain. "Pada intinya, bermain adalah belajar dan belajar adalah bermain. Sudah saatnya metode pengajaran menempatkan siswa pada posisi yang proporsional," ujarnya.

Kepala Dinas Pendidikan Lamongan Musthafa Nur berharap agar peserta diklat tersebut bisa menyerap semua pengetahuan yang disampaikan. "Dengan menerapkan metode pembelajaran yang pas diharapkan akan menghasilkan siswa dengan pengetahuan yang memadai saat siswa dihadapkan pada persoalan kehidupan sehari-hari," katanya.

http://regional.kompas.com/read/xml/2009/03/04/16184113/Siswa.Belajar.Lesehan.

Beri Kami Otonomi Pengelolaan Pembelajaran

Pembelajaran Bahasa Inggris di sekolah dasar yang sedianya untuk pengenalan bergeser menjadi beban karena sulitnya pengerjaan ujian setiap akhir semester, khususnya kelas IV dan V. Diawali sekitar tahun 2000, pengenalan Bahasa Inggris di SD menjadi salah satu cara peningkatan kualitas siswa menyambut era millennium. Dan itu merupakan terobosan yang positif mengingat pendidikan bahasa lebih afdol jika dilakukan sejak dini.
Disamping itu merupakan kebijakan yang menguntungkan bagi lulusan –lulusan yang belum tertampung pada lapangan kerja yang memadai. Sehingga otomatis mengurangi pengangguran. Pembelajaran bahasa inggris masih terasa menyenangkan dan membanggakan bagi siswa sampai bergulirnya kurikulum baru yang cenderung tidak fokus dan menggantung.
Jika pada kurikulum sebelumnya tema yang diajarkan telah ditentukan untuk setiap kelas sehingga siswa tidak mengalami kesulitan yang berarti mengerjakan ujian akhir semester karena seputar tema yang telah diajarkan guru dalam satu semester tersebut. Disamping itu bentuk soalnya juga sesuai dengan dua kemampuan bahasa dari empat yang ada, yaitu reading dan writing. Sedangkan untuk speaking dan listening dilakukan secara praktis oleh guru. Namun kenyataanya pada sekitar lima thun terakhir yang katanya KBK maupun KTSP memberikan kebebasan menentukan tema pada guru tidak dibarengi dengan hak untuk membuat soal sendiri. Dan yang terjadi soal ujian akhir semester menjadi sulit dikerjakan karena melenceng dari tema yang diajarkan terlebih lagi ada materi kemampuan bahasa yang seharusnya diujikan secara praktik dilakukan secara tertulis dengan kisaran 50 sampai 70 persen dari soal.
Haruskah peribahasa “Tak kenal Maka Tak Sayang” yang mengandung arti setelah kenal maka semakin sayang menjadi setelah kenal maka semakin bimbang. Mengapa? Karena nilai harian siswa yang cenderung bagus selalu jeblok setiap ujian akhir semester dikarenakan kurikulum yang ngeculno ndhase dighandoli buntute. Secara psikologis siswa akan frustasi karena apa yang dipelajari selama hampir enam bulan tidak memberi hasil yang diharapkan.
Disamping beban mental guru bahasa inggris yang mayoritas honorer menghadapi anggapan wali murid akan kesungguhan dalam mengajar dalam semester tersebut.
Maka dengan ini kami memohon penanganan yang bijaksana dari pihak terkait. Terlebih Malang sebagai kota Pendidikan tidak kekurangan pakar bahasa yang bisa dimintai kontribusi untuk memberikan sumbangsih mengenai pembelajaran Bahasa Inggris untuk siswa SD sebagai pembelajaran bahasa asing pemula.Dan jelas membutuhkan penanganan khusus dan berbeda dengan pembelajar sekolah menengah agar mencapai long lasting achievement. Atau kalau memang terasa memberatkan, berikanlah kami otonomi dalam pengelolaan pembelajaran Bahasa Inggris pada siswa. Toh selama ini kami belum pernah mendapatkan sosialisasi dan pelatihan yang memadai sehubungan dengan kurikulum yang baru, kecuali hanya kewajiban untuk membeli soal dari dinas.

http://www.koranpendidikan.com/artikel/3401/beri-kami-otonomi-pengelolaan-pembelajaran.htm

Konstruktivisme dan Sekolah Kejuruan

Tingginya angka pengangguran yang mencapai sekitar 42 juta jiwa serta rendahnya angka siswa melanjutkan ke perguruan tinggi membuat dunia pendidikan di Indonesia harus mengoreksi landasan operasional persekolahan mereka. Salah satu isu penting saat ini adalah mengembalikan fungsi dan peran sekolah menengah kejuruan (SMK) sebagai salah satu solusi menyiapkan lulusan yang memiliki keterampilan dan dapat diserap bursa kerja. Meskipun kebijakan ini dianggap belum sepenuhnya dapat menjamin keberhasilan tujuan penyelenggaraannya, paling tidak SMK akan sedikit memberi harapan kepada warga bangsa, sekaligus pemerintah, tentang solusi alternatif dari tingginya angka pengangguran. Karena itu, Depdiknas harus mampu mengembangkan bukan hanya aspek teknis penyiapan SMK seperti assessment dan appraisal program agar bersinergi dengan dunia industri, melainkan juga akan menghadapi tantangan teknis lainnya, yaitu penyiapan tenaga pengajar yang profesional dan mengerti tujuan pendidikan kejuruan dan keterampilan di sekolah.

Tulisan ini ingin memetakan persoalan teknis kedua hal di atas dengan mengajak para pengelola sekaligus guru sekolah kejuruan untuk memahami kerangka pembelajaran yang harus dilakukan untuk kebutuhan life-skills. Karena itu, guru perlu pengenalan makna dan teori belajar secara lebih baik dalam rangka membimbing dan membina siswa agar lebih mandiri dan memiliki keinginan untuk merekonstruksi dunia belajar ke dalam dunia kerja. Hal ini penting untuk diketahui para pengelola sekolah kejuruan, karena hingga saat ini pandangan ahli pendidikan tentang sekolah kejuruan masih mendua. Menurut Parnell (1966), sebagian ahli pendidikan mengatakan bahwa "Learning to know is most important; application can come later."



Konstruktivisme sekolah kejuruan



Sebagai salah satu aliran dalam filsafat pendidikan, konstruktivisme menegasikan bahwa pengetahuan kita sesungguhnya merupakan hasil konstruksi atau bentukan kita sendiri (Von Glaserfeld dalam Battencourt, 1989 dan Matthews, 1994). Artinya teori ini bersandarkan pikiran bahwa seorang siswa sesungguhnya pengemudi sekaligus pengendali informasi dan pengalaman baru yang mereka peroleh dalam sebuah proses memahami, mencermati secara kritis, sekaligus melakukan re-interpretasi pengetahuan dalam sebuah siklus belajar-mengajar (Billett 1996). Secara operasional memang tidaklah sederhana memahami teori ini. Tetapi jika para guru mampu memahami ide bahwa pengetahuan bukanlah merupakan gambaran dunia kenyataan belaka, tetapi selalu merupakan konstruksi kenyataan melalui kegiatan siswa (Mind as inner individual representation of outer reality), maka baik guru maupun siswa dapat secara bersama-sama mengonstruksi skema kognitif, kategori, konsep, dan struktur dalam membangun pengetahuan, sehingga setiap bangunan proses belajar-mengajar memiliki skema kognitif, kategori, konsep, dan struktur yang lebih kaya sekaligus berbeda.

Fitur kunci yang lain dari konstruksi pengetahuan adalah konteks fungsional, sosial, dan kegunaan. Ketika seluruh konteks dapat disatukan dalam sebuah skema pembelajaran secara efektif, maka pengetahuan dapat digunakan secara maksimal (Johnson dan Thomas 1994). Meskipun kita tahu bahwa belajar adalah suatu penafsiran personal dan unik dalam sebuah konteks sosial, tetapi akan lebih bermakna jika akhir dari suatu proses pembelajaran dapat secara langsung memotivasi siswa untuk memahami sekaligus membangun arti baru (Billett 1996). Untuk itu, seorang guru dalam pendekatan konstruktivis harus berfungsi sebagai fasilitator aktif, terutama dalam memandu siswa untuk mempertanyakan asumsi diam-diam mereka, serta melatih siswa dalam merekonstruksi makna baru dari sebuah pengetahuan. Berbeda dengan behavioralist, seorang guru konstruktivis lebih tertarik untuk membongkar sebuah makna daripada menentukan suatu materi. Dengan demikian, peran guru dalam pembelajaran konstruktivisme adalah menyediakan pengalaman belajar bagi siswa, memberikan kegiatan yang merangsang keingintahuan siswa, menyediakan sarana yang merangsang siswa berpikir secara produktif, serta memonitor dan mengevaluasi hasil belajar siswa. Seluruh proses ini merupakan pendekatan paling baik dalam mekanisme pengembangan kurikulum sekolah kejuruan.

Beberapa penelitian tentang bagaimana siswa belajar dalam sebuah lingkungan dan tempat kerja menunjukkan bahwa proses magang-kognitif dari pendekatan konstruktivisme untuk sekolah kejuruan sangatlah penting. Penelitian dari para praktisi ragam profesi (Buckmaster & LeGrand, 1992) mengungkapkan bahwa praktik kerja dalam sebuah pendidikan kejuruan pada awalnya memang menempuh risiko tinggi. Tetapi jika guru bertindak benar, baik sebagai fasilitator maupun pemandu, guru dapat membantu para siswa dalam belajar merekonstruksi pikiran mereka melalui sebuah prakondisi secara bersama-sama. Meskipun konstruksi dari sebuah pemahaman adalah unik bagi setiap individu, hal tersebut akan mudah dibentuk oleh kultur dan lingkungan tempat bekerja sekaligus belajar dalam sebuah sekolah kejuruan. Yang harus selalu diingat oleh para guru di sekolah kejuruan adalah menghargai siswa dengan instruksi langsung kepada sumber informasi. Kualitas instruksi seorang guru/fasilitator sangat penting, terutama dalam membantu siswa untuk memahami mengapa sesuatu harus dilakukan dan bagaimana mencapai derajat atau level tertentu dari penguasaan sebuah pengetahuan dan keterampilan.

Aktivitas adalah salah satu faktor kunci dalam konstruksi pengetahuan, dan keikutsertaan siswa dalam seluruh aktivitas dan interaksi pembelajaran setiap hari merupakan kekuatan untuk mengakses informasi dan keterampilan yang lebih tinggi. Bertambahnya pengalaman secara rutin dan langsung dalam melakukan suatu pekerjaan akan memberikan siswa kemampuan untuk memecahkan masalah secara reflektif dan berkesinambungan. Karena itu diperlukan sinergi yang jelas antara sekolah kejuruan dan industri terkait dalam rangka memberikan manfaat langsung kepada siswa untuk melakukan proses magang. Pendekatan konstruktivisme memandang bahwa penguatan keterampilan siswa melalui sebuah praktik magang adalah dalam rangka menumbuhkan kepuasan batin agar perasaan siswa terstimulasi secara positif. Dalam pandangan Billett (1996), tempat magang sebagai bagian dari proses belajar-mengajar di sekolah kejuruan memiliki sejumlah kekuatan sebagai lingkungan belajar yang: (1) asli (authentic), tujuan dari setiap aktivitas diarahkan; (2) juga berfungsi sebagai panduan (guideline) untuk mengakses sumber belajar secara langsung; (3) keterikatan siswa satu sama lain untuk memecahkan masalah setiap hari; dan (4) penguatan intrinsik.

Hasil riset lainnya juga menunjukkan bahwa fokus dalam proses belajar-mengajar harus tertuju pada aktivitas individual siswa dalam merekonstruksi pengetahuan (Stevenson 1994, p 29). Dengan demikian peran penting sekolah kejuruan adalah memfasilitasi konstruksi pengetahuan yang dilakukan para siswa melalui sederetan pengalaman lapangan (magang), kontekstual dengan kondisi dan lingkungan sosial yang berkembang (Lynch 1997, p 27). Karena titik fokus dari sekolah kejuruan adalah upaya peningkatan keterampilan siswa, sekolah kejuruan harus digagas dan dijadikan sebagai wadah dari sebuah proses belajar, bukan proses mengajar. Artinya, baik siswa maupun guru harus sama-sama belajar membina hubungan yang positif dan setia dalam berbagi kehendak dan tujuan pembelajaran (Stevenson 1994).

Menurut Hyerle (1996), meskipun pendekatan konstruktivisme dalam model cooperative learning dan assessment portofolio telah mulai digunakan dalam proses belajar di sekolah kejuruan, dalam praktiknya masih terbatas pada aspek partisipasi siswa semata. Hyerle mengingatkan agar para guru juga secara kreatif dapat menggunakan alat-alat visual dalam proses pembelajaran seperti brainstorming webs, thinking process maps, concept mapping,

Para guru dan pengelola sekolah kejuruan harus dengan cerdas memahami bahwa tujuan pembelajaran dari pendekatan konstruktivisme adalah untuk mengembangkan self-directed dan pemahaman saling ketergantungan satu sama lain dalam mengakses dan menggunakan pengetahuan sekaligus keterampilan.

Sedangkan para penggagas sekolah kejuruan berpendapat bahwa "Learning to do is most important; knowledge will somehow seep into the process." Memanfaatkan dan memahami teori konstruktivisme sebagai basis proses belajar-mengajar di sekolah kejuruan adalah salah satu usaha untuk memperoleh legitimasi teoretis sekaligus empiris tentang pentingnya sekolah kejuruan. dan juga perangkat multimedia lainnya.

sumber : Media Indonesia - Ahmad Baedowi, Direktur Pendidikan Yayasan Sukma Jakarta

Kursus Profesi Bagi Si Putus Sekolah

Mau ikut kursus profesi? Siap-siap. Depdiknas telah menyediakan anggaran mencapai Rp 186 miliar di tahun 2008 untuk program Kursus Para Profesi (KPP) yang ada di Ditjen PNFI, Depdiknas. Program ini merupakan komitmen Depdiknas untuk terlibat aktif dalam pengurangan angka pengangguran.

Dana akan diberikan dalam bentuk beasiswa atau pelatihan khusus oleh lembaga kursus bersertifikasi. Bantuan disalurkan kepada lembaga penyelenggara.

Lembaga penerima tak hanya memberi bekal pengetahuan kepada peserta didik, tapi juga diminta mencarikan pekerjaan. ''Setelah diberikan dana tambahan, lembaga tersebut harus mampu menyalurkan seluruh peserta kursus ke dunia kerja,'' tutur Direktur Jenderal Pendidikan Formal dan Informal (PNFI), Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas),Ace Suryadi.

Setiap lembaga, kata Ace, berhak medapatkan dana untuk kursus profesi. KPP berorientasi pada spektrum kursus kewirausahaan desa, perkotaan, nasional, dan internasional. Untuk wirausaha perdesaan, beasiswa diberikan untuk kursus soal perikanan, perkebunan, kain tradisional, cenderamata, dan lainnya. Sedangkan untuk wirausaha perkotaan, beasiswa diberikan untuk kursus seperti keperawatan, spa therapist, dan kursus yang didasarkan pada permintaan pekerjaan luar negeri.

Besarnya bantuan tergantung jenis dan lama kursus. Ia mencontohkan, untuk kursus keperawatan, jumlah beasiswa mencapai Rp 4 juta per siswa. Akan ada 160 ribu peserta didik yang akan mendapat beasiswa kursus profesi ini.

Sertifikasi
Ace mengatakan, saat ini sebanyak 35 ribu tenaga lulusan kursus akan selesai disertifikasi oleh Depdiknas. Pemberian sertifikasi ini telah diatur dalam UU No .20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan UU No 13 tahun 2003 tentang Sertifikasi Tenaga Kerja.

Depdiknas, kata Ace, mengembangkan program KPP dengan pendekatan Pendidikan Kecakapan Hidup (PKH). Pendekatan ini digunakan sebagai pembelajaran masyarakat agar memiliki kemampuan dan keterampilan untuk memasuki dunia kerja atau usaha mandiri.

Pengembangan KPP, menurut Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Bambang Sudibyo, didukung dengan kebijakan, program, dan pendanaan. ''Pemerintah menyediakan berbagai kursus dan pelatihan yang berorientasi pada kebutuhan (demand driver) di dalam dan luar negeri untuk menciptakan tenaga kerja yang berkualitas,'' tuturnya dalam acara penyerahan Indonesian Spa Therapist Certification kepada 150 spa therapist di Jakarta, akhir Februari 2008.

Sertifikasi profesi ini, menurut Bambang, sangat penting sebagai jaminan pengakuan atas mutu profesi setiap lulusan kursus. ''Kami bekerja sama dengan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP), Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), dan Badan Akreditasi Pendidikan Nonformal (BAPNF) untuk mengeluarkan sertifikasi profesi tersebut,'' katanya.

Direktur Lembaga Kursus, Triyadi, menjelaskan program KPP memusatkan perhatian kepada pemuda lulus SMP yang tidak melanjutkan pendidikannya dan putus sekolah SMA/SMK. Pelaksanaannya bekerja sama dengan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Departemen Kelautan dan Perikanan, Departemen Koperasi dan Usaha Kecil, Kamar Dagang Indonesia (Kadin), dan lembaga kursus lainnya.

sumber : republika

Portal Pembelajaran Online untuk Sekolah

AKARTA, KOMPAS.com- Portal pembelajaran online yang terlindungi dan bisa dipakai sebagai alat pembelajaran bagi guru dan siswa di sekolah maupun lintas negara disediakan secara gratis oleh Oracle Education Fopundation. Sekolah bisa bergabung dengan platform ThinkQuest milik Oracle Foundation Education yang menyediakan program teknologi pembelajaran yang sudah dipakai dari TK -SMA di seluruh dunia secara gratis.

Sebagai langkah untuk mempercepat penggunaan ThinkQuest, Oracle Education Foundation menandatangani nota kesepahaman dengan Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Selasa (31/3). Kesepakatan ini meliputi pelatihan guru untuk bisa mengimplementasikan pembelajaran dengan memanfaatkan ThinkQuest.

Taufik Yudi Mulyanto, Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi bisa membantu untuk terciptanya proses belajar mandiri oleh siswa. DKI Jakarta sendiri bertekad untuk bisa meningaktkan mutu pendidikan dengan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi.

Taufik mengatakan, di semua SMA/SMK negeri di Jakarta sudah tersambung jaringan internet. Di swasta, sekitar 70 persen sudah menggunakan fasilitas internet. Di akhir tahun ini, semua SMP dan SMA/SMK sudah terhubung ke jaringan internet.

Adi J Rusli, Managing Director Oracle Indonesia, menjelaskan pelajar Indonesia sejak tahun 2006 sudah menggunakan ThinkQuest untuk meningkatkan pembelajaran di dalam kelas. "ThinkQuest menganjurkan kerjasama tim, kolaborasi, dan mengerti kebudayaan pelajar lain. Kemampaun tiu snagat dibutuhkan pada ekonomi berbasis pengetahuan di masa sekarang ini," kata Adi.

Di Indonesia, sampai saat ini sudah 690 sekolah yang bergabung dengan anggota 13.375 siswa dan guru. Untuk pendaftaran bisa mengakses di www.thinkquest.org atau www.oraclefoundation.com

sumber : kompas

Doko Ciptakan Metode Pembelajaran IPS Menyenangkan

JAKARTA, SENIN - Metode pembelajaran mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dikenal membosankan. Belum lagi, satu-satunya yang akhirnya diandalkan adalah menghafal mati konsep dan teorinya. Akibatnya, para siswa kehilangan kesempatan untuk memiliki kemampuan kritis dalam menganalisa fenomena-fenomena sosial.

Doko Harwanto, guru mata pelajaran Ekonomi dari SMPN 2 Wanadadi menggagas teknik pemodelan kinestetik dalam penelitian yang dipresentasikan pada hari kedua Lomba Karya Ilmiah Guru (LKIG) di Depok, Senin (7/7). Lomba ini diselenggarakan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mulai tanggal 6-8 Juli 2008.

Teknik kinestetik dapat menekankan pada tindakan fisik dan emosional siswa untuk melakukan aktivitas belajar. Pada intinya, teknik ini berpusat pada mendukung siswa belajar dengan perasaan senang dan tanpa merasa tertekan sehingga potensi otak untuk berpikir secara logis dan rasional lebih besar.

"Kalau belajar IPS, apalagi ekonomi, anak-anak seringnya mengantuk dan seringnya menghapal saja, dengan metode gerak atau menyusun balok, tentu saja dapat membantu mereka untuk belajar dengan baik," ujar Doko seusai mempresentasikan makalah penelitiannya dalam babak final Lomba Karya Ilmiah Guru (LKIG) yang diselenggarakan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), di Depok, Senin (7/7).
Aktivitas belajar yang dikembangkan dalam mata pelajaran ini adalah kata dan kotak berkait, rekonstruksi peta konsep, puzzle jigsaw dan rancang bangun konsep. Puzzle jigsaw mengajak siswa untuk merangkai kembali potongan-potongan kertas menjadi kesatuan yang utuh. Puzzle ini berisi tulisan atau gambar tentang konsep-konsep sesuai dengan materi yang dipelajari, sedangkan metode kotak bangun konsep mengajak siswa untuk menyusun kotak-kotak konsep atau subkonsep secara bertingkat sehingga membentuk konstruksi tertentu.

sumber : kompas - lina

Depdiknas Optimistis 2009 tidak Ada Lagi Sekolah Rusak

Depdiknas Optimistis 2009 tidak Ada Lagi Sekolah Rusak

JAKARTA -- Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) optimistis proses rehabilitasi dan renovasi sebanyak 135.194 ruang kelas dan sekolah rusak di tingkat sekolah dasar, Madrasah Ibtidaiah (MI) dan SD Luar Biasa (SDLB) di sejumlah provinsi di tanah air dapat dituntaskan pada tahun 2009 dengan perkiraan biaya sebesar Rp9,07 triliun. "Seiring dengan terpenuhinya alokasi anggaran 20 persen untuk sektor pendidikan, Presiden meminta agar memberikan prioritas salah satunya penuntasan wajib belajar (wajar) sembilan tahun. Untuk menuntaskan wajar sembilan tahun tersebut, maka upaya dilakukan antara lain melalui perbaikan sarana dan prasarana pendidikan," kata Direktur Pembinaan Tk dan SD Ditjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah (Mandikdasmen) Depdiknas, Mudjito Ak di Jakarta, Senin.

Data tahun 2003 meunjukkan terdapat 531.186 ruang kelas SD/MI atau sebesar 49,50 persen dari 1.073.103 ruang kelas SD/MI yang mengalami kerusakan sedang dan berat. "Perbaikan ruang kelas rusak baik kategori sedang dan berat untuk tingkat SD/MI telah dilakukan sejak tahun 2003 dan jumlahnya cukup besar yakni 531.186 ruang kelas (49,5 persen) di seluruh Indonesia," katanya.

Upaya yang dilakukan pemerintah untuk memperbaiki ruang kelas yang rusak adalah melalui program dana alokasi khusus (DAK) bidang pendidikan dan non DAK antara lain melalui dana bencana alam, APBN-P, dekonsentrasi, APBD I dan II. DAK bidang pendidikan dimaksud untuk menunjang pelaksanaan wajib belajar 9 tahun dan diarahkan untuk membiayai rehabilitasi ruang kelas SD/MI dan SDLB serta sekolah-sekolah setara SD yang berbasis keagamaan, meliputi juga sarana meubilernya, katanya.

Selanjutnya, selama lima tahun proses rehabilitasi dan renovasi dilaksanakan setiap tahun hingga tahun 2008 dengan rincian renovasi melalui dana alokasi khusus (DAK) sebanyak 295.548 ruang kelas (27,51 persen) dan dana non DAK sebanyak 100.444 ruang kelas (9,3 persen) sehingga sisa ruang kelas rusak pada tahun 2009 sebanyak 135.194 ruang kelas (12,6 persen). Lebih lanjut Mudjito mengatakan, sisa ruang kelas rusak pada tahun 2009 sebanyak 135.194 ruang kelas tersebar di semua propinsi di tanah air, yakni dengan tingkat kerusakan ringan antara 0-10 persen sebanyak 1.331 ruang kelas terdapat di 19 propinsi, antara lain Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Jambi, Maluku, NTB, Papua, Bangka Belitung, Sulawesi Utara, Kalimantan Tengah dan sebagainya.

Ruang kelas rusak sedang antara 10,2 hingga 20 persen sebanyak 2.282 ruang kelas terdapat di tiga propinsi yakni, Daereh Istimewa Yogyakarta (DIY), Sumatera Barat dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Rusak antara 20,1 persen hingga 30 persen sebanyak 4.451 ruang kelas terdapat di tiga propinsi, yakni Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan Sulawesi Selatan sedangkan kerusakan lebih dari 30 persen sebanyak 127.130 ruang kelas terdapat di 10 provinsi, yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan, Lampung, Kalimantan Timur dan Banten.
Lebih lanjut Mudjito mengatakan, dana yang dibutuhkan untuk renovasi satu ruang kelas rata-rata sebesar Rp50 juta namun seiring dengan kemungkinan terjadinya eskalasi harga, maka perhitungan anggaran untuk rehabilitasi ruang kelas rusak sebanyak 135.194 unit pada tahun 2009 mengalami peningkatan dari Rp9,1 triliun menjadi Rp12,4 triliun.
"Depdiknas optimis dengan tuntasnya rehabilitasi ruang kelas rusak pada tahun 2009, maka pada tahun berikutnya diarahkan pada peningkatan mutu pendidikan sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan (SNP) seperti standar pembiayaan, standar kelulusan siswa dan sebagainya," tambahnya.

sumber : republika newsroom

Bangunan Sekolah Rubuh!mm

Bangunan Sekolah Rubuh!

Sepuluh menit yang lalu saya menonton berita di televisi tentang ambruknya bangunan salah satu kelas di sebuah sekolah dasar. Yang bikin saya geleng-geleng kepala, kejadian ini dialami sebuah sekolah yang terletak di ibukota negara Indonesia! Seandainya ini terjadi di desa atau dusun terpencil, kita masih bisa memaklumi. Tapi ini di Jakarta! Tepatnya di daerah Duren Sawit, Jakarta Timur.

Syukur alhamdulillah tidak ada korban dalam peristiwa ini sebab para guru dengan heroiknya sudah mengantisipasi segala kemungkinan terburuk sejak berbulan-bulan lalu. Semua murid yang belajar di kelas itu sudah diungsikan semua ke kelas lain. Suatu tindakan yang heroik bukan? Tidak usah jauh-jauh cari super hero di Amerika, di Duren Sawit juga banyak!

Sebenarnya para guru sudah berkali-kali melaporkan kondisi bangunan kelas itu kepada Departemen Pendidikan. Namun belum mendapat respon. Sekedar informasi, bangunan itu usianya sudah 35 tahun dan belum pernah mendapatkan perawatan atau renovasi secara khusus. Hanya dilakukan beberapa kali perbaikan kecil saja.
Hingga akhirnya hari ini, 6 Agustus 2008, kayu penyangga atap kelas itu pun tak kuat lagi menahan beban. Kayu lapuk itu menyerah. Dia patah dan semuanya pun tumpah…
Untuk antisipasi pihak guru yang menghindarkan adanya korban, patut diacungi jempol.

Untuk Departemen Pendidikan setempat yang tidak pedulian, patut diacungi pistol!

Sumber: http://www.elvinmiradi.com/bangunan-sekolah-rubuh/index.html

Program Rehab Sekolah Rusak Mandeg

Program Rehab Sekolah Rusak Mandeg

Sunday, 24 May 2009
SURABAYA(SI) – Ironis.Nasib ribuan sekolah rusak di Jatim bakal terkatung-katung.Pasalnya,pembangunan maupun rehab sekolah rusak di Jatim mandeg.Bahkan, Dinas Pendidikan (Dindik) Jatim tidak memiliki prioritas pembangunan di setiap jenjang.
Kepala Dindik Jatim Suwanto menuturkan, pihaknya sampai saat ini belum tahu plafon anggaran untuk pembangunan dan rehab sekolah rusak.Akibatnya,Dindik tidak bisa melanjutkan proyek rehab sekolah rusak.Padahal beberapa bulan terakhir banyak sekolah ambruk di Jatim. ”Kami masih menunggu berapa plafon yang ada. Sampai saat ini secara rinci saya tidak tahu jumlah anggaran yang ada,” ujar Suwanto kemarin. Parahnya lagi, Dindik Jatim juga tidak mengetahui mana prioritas tingkat sekolah yang dijadikan sasaran.

Sebab, kondisi yang ada di sekolah dasar (SD) cukup memprihatinkan. Sementara tingkat SMP dan SMA juga mengalami kondisi yang sama. Suwanto sendiri tidak bisa berbuat apa-apa sebelum ada kepastian anggaran yang diberikan Pemprov Jatim dalam kucuran APBD 2009. ”Jadi kami melihat dulu berapa jumlah yang tepat untuk melakukan rehab serta pembangunan sekolah rusak di Jatim,” ungkap Mantan Kepala Dinas Informasi dan Komunikasi (Infokom) Jatim tersebut. Dari data sebelumnya, tercatat di Jatim ada sekitar 5.373 sekolah yang kondisinya rusak.

Kerusakan sekolah itu masuk kategori rusak berat, sedang, dan ringan.Sekolah rusak tersebut mendesak untuk diperbaiki kalau Pemprov Jatim ingin semua siswa bisa merasakan pendidikan dengan aman. Bahkan, ketika ditanya kapan proses rehab dan pembangunan sekolah rusak Dindik Jatim,Suwanto mengaku tidak mengetahui waktu pelaksanaan. Pihaknya hanya berjanji dalam waktu dekat untuk melakukan perbaikan sekolah rusak. ”Pastinya kami belum bisa janji.

Pokoknya dalam waktu dekat ini,” imbuhnya. Ketua Dewan Pendidikan Jatim Zainuddin Maliki mengatakan, sarana belajar di sekolah termasuk kondisi bangunan yang layak tetap menjadi faktor penentu keberhasilan pendidikan.Sebab,tempat belajar yang nyaman bisa mendukung konsentrasi siswa dalam menerima pelajaran. Kondisi itu berbeda ketika sarana belajar rusak sehingga tidak memadai untuk dipakai.

”Bisa saja kondisi bangunan yang rusak menjadi ancaman dari sisi keselamatan siswa ketika belajar.Belum lagi kalau ada musim hujan yang membanjiri area belajar siswa, ini menjadi tugas penting dan harus dimasukan dalam prioritas pembangunan,” ungkapnya. Untuk itu,Pemprov Jatim maupun Dindik harus bisa konsentrasi dalam mengarap sekolah rusak. Anggota Komisi E DPRD Jatim Kuswiyanto menuturkan, sekolah rusak harusnya menjadi prioritas pembangunan.

Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) Jatim itu menambahkan,klasifikasi sekolah rusak harus detail. ”Sekolah yang rusak berat harus menjadi prioritas, kemudian sekolah-sekolah yang menghalami kerusakan sedang bisa direnovasi kembali,” kata Kuswiyanto. (aan haryono)
Sumber: http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/241137/37/

Sekolah Ambruk, Pengawas proyek jadi tersangka

Sekolah Ambruk, Pengawas Proyek Jadi Tersangka

Selasa, 31 Maret 2009 | 20:37 WIB
Laporan wartawan KOMPAS Yulvianus Harjono

BANDUNG, KOMPAS.com - Tim Reserse Kriminal Kepolisian Resor Bandung Barat menetapkan pengawas teknis proyek rehabilitasi Ruang Kelas SDN Sejahtera IV Agus Suganda sebagai tersangka dalam kasus ambruknya sebagian gedung sekolah itu, Senin (30/3). Pihak kepolisian didesak mengusut tuntas kasus ini.
Kepala Polres Bandung Barat AKBP Baskoro Tri Prabowo membenarkan, polisi saat ini baru menetapkan Agus sebagai satu-satunya tersangka dalam kasus ini. Terlepas dari harapan agar kegiatan belajar mengajar di sekolah ini bisa pulih kembali dan siswa tidak dirugikan, ia berjanji, pihaknya akan mengusut tuntas kasus ini.
Penanganan oleh polisi terkait dugaan pidananya, ucapnya. Menurut keterangan Kepala Satuan Reserse Kriminal Polre Bandung Barat AKP Reynold Hutagalung, dari tersangka, polisi juga menyita sejumlah barang bukti, yaitu papan proyek, bahan-bahan material berupa kayu bekas yang dipakai kembali, dan dokumen lain.

Kepada tersangka ini diancamkan Pasal 387 ayat (1) dan (2) Subsider Pasal 201 huruf e Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dengan ancaman 7 tahun penjara. Polisi dalam waktu dekat akan memanggil Kepala Sekolah SDN Sejahtera IV Fatimah Mahroji yang ikut bertindak sebagai penanggung jawab proyek. Fatimah yang diketahui adalah isteri dari Kepala Dinas Pendidikan Kota Bandung Oji Mahroji saat ini tengah menjalani ibadah umroh.

Dari pemeriksaan terungkap bahwa Agus bersama-sama dengan pihak sekolah itu menambah alokasi perbaikan ruang kelas. Dari sedianya hanya delapan kelas, menjadi 13 ruang kelas ditambah sejumlah kamar mandi dan ruang penjaga sekolah.

Menurut Kepala Bidang Pendidikan TK dan SD Disdik Kota Bandung Ende Mutaqien, meski sebetulnya tiap kelas dialokasikan tetap Rp 40 juta untuk rehabilitasi, atas kesepakatan bersama dari sekolah dan pelaksana, penambahan alokasi ruang yang diperbaiki dimungkinkan. Asal, itu tidak kurang, dari seharusnya delapan menjadi tujuh, misalnya, ucapnya.

Ditemui terpisah, Wakil Gubernur Jabar Dede Yusuf mengaku prihatin atas kasus ambruknya gedung SDN Sejahtera IV ini. Ia berhar ap, polisi mengusut tuntas kasus ini, jika memang ada indikasi pelanggaran hukum di dalamnya. Bersamaan proses hukum dari kepolisian, ia juga menginstruksikan Badan Pengawas Daerah (Bawasda) agar turun tangan ikut memeriksa kasus ini.

Sangat prihatin saya. Ini harus diusut tuntas. Karena, bagaimanapun, dana role sharing yang digunakan untuk bangun sekolah ini ini kan bersumber dari masyarakat, ucapnya. Ia pun berharap, Dinas Pendidikan Kota Bandung tidak lepas tangan begitu saja dalam kasus ini. Mengingat, meskipun program ini dikelola secara swakelola, Pemkot Bandung juga ikut bertanggung jawab mengawasi pelaksanaannya.

Bangunan di SDN Sejahtera IV Kota Bandung, ambruk pada Senin (30/3) pagi sekitar Pukul 09.15 WIB. Padahal, bangunan ini baru saja selesai direhabilitasi dengan dana bantuan role sharing dari Pemprov Jabar senilai Rp 320 juta.

Sumber: Kompas.Com
http://kompas.co.id/read/xml/2009/03/31/20375542/sekolah.ambruk.pengawas.proyek.jadi.tersangka

Laporan wartawan KOMPAS Yulvianus Harjono

BANDUNG, KOMPAS.com - Tim Reserse Kriminal Kepolisian Resor Bandung Barat menetapkan pengawas teknis proyek rehabilitasi Ruang Kelas SDN Sejahtera IV Agus Suganda sebagai tersangka dalam kasus ambruknya sebagian gedung sekolah itu, Senin (30/3). Pihak kepolisian didesak mengusut tuntas kasus ini.
Kepala Polres Bandung Barat AKBP Baskoro Tri Prabowo membenarkan, polisi saat ini baru menetapkan Agus sebagai satu-satunya tersangka dalam kasus ini. Terlepas dari harapan agar kegiatan belajar mengajar di sekolah ini bisa pulih kembali dan siswa tidak dirugikan, ia berjanji, pihaknya akan mengusut tuntas kasus ini.
Penanganan oleh polisi terkait dugaan pidananya, ucapnya. Menurut keterangan Kepala Satuan Reserse Kriminal Polre Bandung Barat AKP Reynold Hutagalung, dari tersangka, polisi juga menyita sejumlah barang bukti, yaitu papan proyek, bahan-bahan material berupa kayu bekas yang dipakai kembali, dan dokumen lain.

Kepada tersangka ini diancamkan Pasal 387 ayat (1) dan (2) Subsider Pasal 201 huruf e Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dengan ancaman 7 tahun penjara. Polisi dalam waktu dekat akan memanggil Kepala Sekolah SDN Sejahtera IV Fatimah Mahroji yang ikut bertindak sebagai penanggung jawab proyek. Fatimah yang diketahui adalah isteri dari Kepala Dinas Pendidikan Kota Bandung Oji Mahroji saat ini tengah menjalani ibadah umroh.

Dari pemeriksaan terungkap bahwa Agus bersama-sama dengan pihak sekolah itu menambah alokasi perbaikan ruang kelas. Dari sedianya hanya delapan kelas, menjadi 13 ruang kelas ditambah sejumlah kamar mandi dan ruang penjaga sekolah.

Menurut Kepala Bidang Pendidikan TK dan SD Disdik Kota Bandung Ende Mutaqien, meski sebetulnya tiap kelas dialokasikan tetap Rp 40 juta untuk rehabilitasi, atas kesepakatan bersama dari sekolah dan pelaksana, penambahan alokasi ruang yang diperbaiki dimungkinkan. Asal, itu tidak kurang, dari seharusnya delapan menjadi tujuh, misalnya, ucapnya.

Ditemui terpisah, Wakil Gubernur Jabar Dede Yusuf mengaku prihatin atas kasus ambruknya gedung SDN Sejahtera IV ini. Ia berhar ap, polisi mengusut tuntas kasus ini, jika memang ada indikasi pelanggaran hukum di dalamnya. Bersamaan proses hukum dari kepolisian, ia juga menginstruksikan Badan Pengawas Daerah (Bawasda) agar turun tangan ikut memeriksa kasus ini.

Sangat prihatin saya. Ini harus diusut tuntas. Karena, bagaimanapun, dana role sharing yang digunakan untuk bangun sekolah ini ini kan bersumber dari masyarakat, ucapnya. Ia pun berharap, Dinas Pendidikan Kota Bandung tidak lepas tangan begitu saja dalam kasus ini. Mengingat, meskipun program ini dikelola secara swakelola, Pemkot Bandung juga ikut bertanggung jawab mengawasi pelaksanaannya.

Bangunan di SDN Sejahtera IV Kota Bandung, ambruk pada Senin (30/3) pagi sekitar Pukul 09.15 WIB. Padahal, bangunan ini baru saja selesai direhabilitasi dengan dana bantuan role sharing dari Pemprov Jabar senilai Rp 320 juta.

Sumber: Kompas.Com
http://kompas.co.id/read/xml/2009/03/31/20375542/sekolah.ambruk.pengawas.proyek.jadi.tersangka

Hasil UN untuk Masuk PTN

Hasil UN untuk Masuk PTN

Hasil ujian nasional SMA dan madrasah aliyah ditargetkan menjadi bahan pertimbangan untuk masuk ke perguruan tinggi negeri pada 2012. Karena itu, selama tiga tahun ke depan, kredibilitas UN akan ditingkatkan agar bisa diterima kalangan perguruan tinggi.

”Pola demikian akan efisien dari segi biaya dan tak ada duplikasi penyelenggaraan tes,” kata Burhanuddin Tolla, Kepala Pusat Penilaian Pendidikan Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional di Jakarta, Rabu (7/1).

Untuk meningkatkan kredibilitas ini, maka kualitas soal ujian, penyelenggaraan, dan pengawasan UN akan terus ditingkatkan sehingga tidak ada lagi kecurangan yang dilakukan peserta UN.

”Dalam kurun waktu tiga tahun ke depan, kredibilitas pelaksanaan ujian nasional SMA/MA diharapkan sudah mantap diterima kalangan perguruan tinggi sebagai salah satu pertimbangan seleksi masuk mahasiswa baru,” kata Burhanuddin.

Meskipun hasil UN akan dimanfaatkan untuk salah satu pertimbangan masuk perguruan tinggi, kata Burhanuddin, materi soal-soal ujian tidak berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, mulai dari soal yang mudah, sedang, dan sulit.

”Ini kan masih tahap awal untuk melihat bagaimana hasil UN bisa dipakai untuk mengukur prestasi belajar siswa yang tidak diragukan pihak mana pun,” ujar Burhanuddin.

Tak perlu tes

Jika kredibilitas UN sudah dipercaya perguruan tinggi, ke depannya tidak perlu lagi ada tes massal, seperti seleksi nasional perguruan tinggi negeri (SNMPTN) yang bertujuan menguji kemampuan prestasi belajar calon mahasiswa. Kalaupun dilakukan tes, hanyalah tes bakat skolastik untuk mengetahui potensi calon mahasiswa yang memilih bidang studi tertentu di perguruan tinggi, serta bisa juga tes khusus yang dibutuhkan masing-masing perguruan tinggi, seperti tes warna untuk masuk jurusan atau fakultas tertentu.

”Ini juga akan menghemat biaya yang ditanggung masyarakat dan negara karena tidak terlalu banyak tes,” kata Burhanuddin.

Menurut dia, pengakuan hasil UN oleh perguruan tinggi itu memiliki manfaat positif untuk masyarakat. Sebab, hasil evaluasi belajar siswa SMA/MA juga diperhitungkan sebagai bagian dari proses seleksi mahasiswa baru.

S Hamid Hasan, Ketua Umum Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia, mengatakan, memakai hasil UN untuk salah satu pertimbangan masuk ke perguruan tinggi merupakan ide yang baik. Asal, konsep dari UN itu bukan sebagai penentu kelulusan seperti yang dipertahankan pemerintah sekarang ini.

Menurut Hasan, jika hasil UN ini hendak dipakai sebagai salah satu pertimbangan seleksi mahasiswa baru, pembuatan soal harus dikerjakan oleh perkumpulan perguruan tinggi atau lembaga tes independen. Keterlibatan perguruan tinggi jangan hanya sekadar pada pengawasan UN.

Epon Kurniasih, Kepala SMAN 10 Bandung, mengatakan, upaya untuk meningkatkan kredibilitas UN yang hasilnya tidak diragukan masyarakat tentu saja disambut baik siswa dan sekolah. Namun, sekolah tetap berharap supaya proses belajar siswa selama tiga tahun itu ti- dak ditentukan hasil UN semata.

Persiapan untuk menghadapi UN, kata Epon, sudah mulai dilakukan sekolah. Pemantapan mata pelajaran yang masuk UN dilakukan guru-guru bidang studi supaya siswa mampu mencapai nilai minimal yang ditetapkan secara nasional.

Sumber: Kompas.com.(ELN)
Edisi: Kamis, 8 Januari 2009

Waduh, Hasil UN Ditolak buat Masuk PTN!

Waduh, Hasil UN Ditolak buat Masuk PTN!

Jumat, 8 Mei 2009 | 16:26 WIB
Laporan wartawan KOMPAS Yulvianus Harjono
BANDUNG, KOMPAS.com — Rektor-rektor Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di Bandung menilai, rencana dijadikannya hasil Ujian Nasional (UN) sebagai salah satu alat ukur seleksi calon mahasiswa masuk PTN belum bisa diterapkan. Di sisi lain, pemerintah optimistis rencana ini bisa dilaksanakan tahun 2010.
Penolakan itu disampaikan secara tegas oleh Rektor Institut Teknologi Bandung (ITB) Djoko Santoso dan Rektor Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung Sunaryo Kartadinata dalam jumpa pers di sela-sela seminar nasional memperingati Hari Pendidikan Nasional, Kamis (7/5) kemarin di Kampus UPI.
”Mengapa belum bisa? Sebab, saat ini belum terlihat adanya niatan baik dari para peserta dan pendidiknya mengikuti UN. Kalau sudah ada (niat baik) dan hasilnya dari kejujuran, bisa dipertanggungjawabkan, mungkin bisa dipertimbangkan,” ujar Djoko Santoso, yang juga Ketua Majelis Rektor PTN. Hingga saat ini, ujarnya, masih banyak terjadi kasus kecurangan dalam penyelenggaraan UN di daerah.

Sunaryo Kartadinata mengatakan, fungsi UN lebih sebagai alat ukur keberhasilan siswa, bukan alat seleksi prediktif untuk mengukur kemampuan calon siswa. ”Apalagi, tidak setiap siswa peserta UN itu berniat melanjutkan ke PTN. Tidak bisa disamakan tujuannya,” ucapnya.

Dalam kesempatan ini, pakar pendidikan, Arief Rachman, mengatakan, wajar jika PTN menolak hasil UN sebagai salah satu alat ukur seleksi mahasiswa baru. Sebab, tiap-tiap PTN memiliki standar, ukuran, dan keperluan sendiri terhadap calon mahasiswa yang dicarinya. Tidak bisa disamaratakan satu sama lain.

”Bentuknya saja beda, kan? Ujian dan seleksi itu jelas hal yang berbeda,” ujar Arief. Ia menilai kasus kecurangan UN lebih banyak yang tidak terungkap daripada yang muncul di permukaan.

Mulai 2010
Dalam kesempatan yang sama, Herwindo Haribowo, Staf Ahli Menteri Pendidikan Nasional Bidang Kerja Sama Internasional dan Hukum, mengatakan, kasus kecurangan UN tahun ini lebih sedikit dari sebelum-sebelumnya, turun hampir 100 persen.

”Sekarang ini yang diindikasikan paling 22 kasus, tahun lalu kan bisa sampai 40-an,” ucapnya. Namun, ia mengakui penyelenggaraan UN masih perlu penyempurnaan.

Pada tahun 2010, ia optimistis UN sudah dapat dijadikan salah satu alat ukur seleksi mahasiswa baru di perguruan tinggi negeri.
”Kalau kredibilitas UN semakin baik, saya pikir tidak lagi ada alasan para rektor PTN menolaknya,” ujarnya.
Sumber: http://edukasi.kompas.com/read/xml/2009/05/08/16260314/waduh.hasil.un.ditolak.buat.masuk.ptn

Evaluasi Sementara, UN Masih Banyak "Kerikilnya"

Evaluasi Sementara, UN Masih Banyak "Kerikilnya"


JAKARTA, KOMPAS.com - Secara umum, pelaksanaan Ujian Nasional (UN) SMP/Sederajat dan SMA/Sederajat berjalan lancar dan berhasil dengan tingkat keberhasilan hingga 85 persen. Hal itu dipaparkan oleh Prof. Dr. Mungin Eddy Wibowo, ketua Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) siang tadi (Senin/4/5) dalam evaluasi hasil pemantauan dan laporan sementara dari berbagai pihak terkait UN.
Menurut Mungin, secara umum kedua pelaksanaan UN tersebut berjalan lancar dan dikatakan berhasil hingga 85 persen. "Tetapi secara khusus kami akui pula bahwa masih ada beberapa permasalahan yang perlu diperbaiki dan diantisipasi untuk pelaksanaan UN mendatang, terutama yang sudah dekat yaitu UASBN," ujar Mungin, kepada wartawan di kantor Depdiknas, Jakarta, (4/5).
Beberapa hasil evaluasi itu antara lain misalnya kualitas penyetakan naskah UN yang ditetapkan oleh Panitia Penyelenggara Provinsi, yang dalam pengemasannya terjadi kekurangan halaman, tertukar soal yaitu soal untuk Paket B masuk ke Paket A dan sebaliknya, serta pengiriman naskah soal yang tidak disertai Lembar Jawaban Ujian Nasional (LJUN).
Selain itu, kualitas LJUN yang kurang baik pun menjadi evaluasi BSNP. Ada juga laporan, masih menurut Mungin, bawah kualitas kertas LJUN yang tidak baik. Tetapi setelah ditelusuri di lapangan, banyak kertas LJUN sobek atau rusak, yang kemungkinan besar akibat dihapus terlalu keras oleh peserta UN.
Soal penyimpanan naskah soal UN menjelang UN dilaksanakan pun menjadi bahan evaluasi. Mungin menyayangkan, bahwa penyimpanan soal masih ada yang dilakukan di sekolah atau madrasah.
"Meskipun dijaga ketat oleh polisi hal itu tidak dibenarkan. Mestinya soal tetap disimpan di Kabupaten atau Kota, Polres atau Polsek terdekat letaknya dengan Satuan Pendidikan sebagai penyelenggara UN, dan itu pun dikawal oleh pihak keamanan dan tim pemantau UN yang telah ditunjuk," tandas Mungin.
Mungin menambahkan, dalam pelaksanaan UN tahun 2009 ini BSNP masih menemui banyak "kerikil" yang perlu diantisipasi bagi pelaksanaan UN selanjutnya. Dan yang paling dekat, adalah pelaksanaan UASBN untuk tingkat SD/Sederajat yang akan berlangsung pekan depan (11 - 13 Mei 2009) serentak di seluruh Indonesia.
Ihwal evaluasi terhadap kualitas hasil cetak soal UN, Mungin mengatakan BSNP akan meninjau dan mengkaji ulang penetapan naskah ujian oleh percetakan yang sudah ditetapkan oleh Penyelenggara UN tingkat Provinsi. "Apakah nanti akan dilakukan dengan tender terbuka atau tidak, itu sedang kami pelajari lagi," ujarnya.

Sumber: http://edukasi.kompas.com/read/xml/2009/05/04/16554358/evaluasi.sementara.un.masih.banyak.kerikilnya.