CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS »

Jumat, 29 Mei 2009

Beri Kami Otonomi Pengelolaan Pembelajaran

Pembelajaran Bahasa Inggris di sekolah dasar yang sedianya untuk pengenalan bergeser menjadi beban karena sulitnya pengerjaan ujian setiap akhir semester, khususnya kelas IV dan V. Diawali sekitar tahun 2000, pengenalan Bahasa Inggris di SD menjadi salah satu cara peningkatan kualitas siswa menyambut era millennium. Dan itu merupakan terobosan yang positif mengingat pendidikan bahasa lebih afdol jika dilakukan sejak dini.
Disamping itu merupakan kebijakan yang menguntungkan bagi lulusan –lulusan yang belum tertampung pada lapangan kerja yang memadai. Sehingga otomatis mengurangi pengangguran. Pembelajaran bahasa inggris masih terasa menyenangkan dan membanggakan bagi siswa sampai bergulirnya kurikulum baru yang cenderung tidak fokus dan menggantung.
Jika pada kurikulum sebelumnya tema yang diajarkan telah ditentukan untuk setiap kelas sehingga siswa tidak mengalami kesulitan yang berarti mengerjakan ujian akhir semester karena seputar tema yang telah diajarkan guru dalam satu semester tersebut. Disamping itu bentuk soalnya juga sesuai dengan dua kemampuan bahasa dari empat yang ada, yaitu reading dan writing. Sedangkan untuk speaking dan listening dilakukan secara praktis oleh guru. Namun kenyataanya pada sekitar lima thun terakhir yang katanya KBK maupun KTSP memberikan kebebasan menentukan tema pada guru tidak dibarengi dengan hak untuk membuat soal sendiri. Dan yang terjadi soal ujian akhir semester menjadi sulit dikerjakan karena melenceng dari tema yang diajarkan terlebih lagi ada materi kemampuan bahasa yang seharusnya diujikan secara praktik dilakukan secara tertulis dengan kisaran 50 sampai 70 persen dari soal.
Haruskah peribahasa “Tak kenal Maka Tak Sayang” yang mengandung arti setelah kenal maka semakin sayang menjadi setelah kenal maka semakin bimbang. Mengapa? Karena nilai harian siswa yang cenderung bagus selalu jeblok setiap ujian akhir semester dikarenakan kurikulum yang ngeculno ndhase dighandoli buntute. Secara psikologis siswa akan frustasi karena apa yang dipelajari selama hampir enam bulan tidak memberi hasil yang diharapkan.
Disamping beban mental guru bahasa inggris yang mayoritas honorer menghadapi anggapan wali murid akan kesungguhan dalam mengajar dalam semester tersebut.
Maka dengan ini kami memohon penanganan yang bijaksana dari pihak terkait. Terlebih Malang sebagai kota Pendidikan tidak kekurangan pakar bahasa yang bisa dimintai kontribusi untuk memberikan sumbangsih mengenai pembelajaran Bahasa Inggris untuk siswa SD sebagai pembelajaran bahasa asing pemula.Dan jelas membutuhkan penanganan khusus dan berbeda dengan pembelajar sekolah menengah agar mencapai long lasting achievement. Atau kalau memang terasa memberatkan, berikanlah kami otonomi dalam pengelolaan pembelajaran Bahasa Inggris pada siswa. Toh selama ini kami belum pernah mendapatkan sosialisasi dan pelatihan yang memadai sehubungan dengan kurikulum yang baru, kecuali hanya kewajiban untuk membeli soal dari dinas.

http://www.koranpendidikan.com/artikel/3401/beri-kami-otonomi-pengelolaan-pembelajaran.htm

0 komentar: